BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Merokok merupakan salah satu masalah yang
sulit dipecahkan. Apalagi sudah menjadi masalah nasional, dan bahkan internasional. Hal ini menjadi sulit, karena
berkaitan dengan banyak faktor yang
saling memicu, sehingga seolah-olah sudah menjadi lingkaran setan. Ditinjau
dari segi kesehatan merokok harus dihentikan karena menyebabkan kanker dan
penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan kematian, oleh karena itu merokok
harus dihentikan sebagai usaha pencegahan sedini
mungkin. Dari segi pemerintahan, pemerintah memperoleh pajak pemasukan rokok
yang tidak sedikit jumlahnya, dan mampu menyerap banyak tenaga
kerja. Jika pabrik rokok ditutup, harus mencarikan pemasukan dana dari sumber
lain yang tidak sedikit jumlahnya serta sulit pemecahannya (Susanti, 2008).
Perilaku merokok telah menjadi semacam "trademark" bagi seorang remaja
laki-laki untuk menunjukkan maskulinitasnya. Remaja yang tidak merokok dianggap
tidak gaul, tidak modern, dan kurang luwes dalam pergaulan. Lebih
memprihatinkan lagi, bahwa jumlah remaja perokok sudah mencapai lebih dari 50%,
serta bukan hanya remaja laki-laki saja tetapi juga remaja perempuan yang juga
memiliki kebiasaan merokok (Susanti,
2008).
Menurut Tarwoto, dkk
(2010) remaja dalam perkembangannya sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan.
Salah satu perilaku tidak sehat oleh remaja yang dipengaruhi oleh lingkungan adalah
merokok. Kebiasaan merokok ini selain dipengaruhi oleh lingkungan juga dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti masa perkembagan anak yang mencari
identitas diri yang ingin mencoba hal baru.
Di pihak perokok sendiri, mereka merasakan
kenikmatan begitu nyata, sampai dirasa memberikan kesegaran dan kepuasan
tersendiri sehingga setiap harinya harus menyisihkan uang
untuk merokok. Perilaku
merokok sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, merokok bagi sebagian
orang merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, meskipun demikian hampir
semua orang mengetahui bahwa perilaku merokok itu merugikan, karena didalam
asap rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya
yaitu nikotin yang bersifat adiktif
dan tar yang bersifat karsinogenik. Racun dan karsinogen yang timbul akibat
pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Rokok mengandung 8-20 mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi
darah hanya 25%, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi (Susanti, 2011).
Remaja memiliki
kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh
kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang
apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila
dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Kebutuhan seperti inilah
yang membuat remaja menjadi sangat mudah untuk berperilaku seperti yang
dikehedaki oleh teman sebayanya atau teman kelompoknya seperti merokok (Santrock,
2007).
Berdasarkan data dari WHO World Healt Organization (WHO, 2011), menyebutkan bahwa satu
dari sepuluh kematian pada orang dewasa disebabkan karena kebiasaan merokok,
dimana rokok ini membunuh hampir lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini
berlanjut, maka bisa dipastikan bahwa 10 juta orang akan meninggal karena rokok
pertahunnya pada tahun 2020, dengan 70% kasus terjadi di negara berkembang
seperti Indonesia. Pada tahun 2005 terdapat 5,4 juta kematian akibat merokok
atau rata-rata satu kematian setiap enam detik. Bahkan pada tahun 2030
diperkirakan jumlah kematian mencapai angka 8 juta (Riskesdas, 2007).
Rokok merupakan masalah yang sangat dekat menjerat anak
dan remaja di Indonesia. Gencarnya iklan, promosi dan sponsor rokok yang sangat
mempengaruhi motivasi generasi muda untuk perokok pemula. Indonesia merupakan
konsumen produk tembakau atau perokok tertinggi ke-3 di dunia, setelah Cina dan
India yang berada di posisi pertama dan kedua. Menurut World Health
Organization (WHO). Lebih dari sepertiga pelajar dilaporkan biasa merokok,
dan ada tiga diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur
dibawah 10 tahun (The Global Youth Tobacco Survey, 2011). Data Riskesdas
tahun 2013 menunjukan adanya peningkatan jumlah perokok remaja berusia 15 tahun
keatas. Peningkatan ini tertulis dalam laporan hasil Riskesdas tahun 2013 yang
menunjukan bahwa jumlah perokok remaja berusia 15 tahun keatas. Laporan
tersebut menunjukan bahwa jumlah perokok pada remaja berusia 15 tahun keatas
pada tahun 1995 sebesar 27%, dan terus mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, yakni mencapai 36,3% ditahun 2013 (Riskesdas, 2013).
Data yang diperoleh Global Adults Tobacco Survey (GATS, 2011)
bahwa prosentase remaja laki-laki perokok berusia ≥15 tahun adalah 67,0%. dan
Riskesdas 2013 menunjukan prosentase sebesar 64,9%. sedangkan pada perempuan
menurut GATS adalah 2,7 %. dan 2,1 %, yang menempatkan Indonesia pada urutan
keempat jumlah perokok terbanyak didunia setelah Cina, India, dan Rusia
(Riskesdas, 2013). Laporan dinas kesehatan DIY tahun 2013 menunjukan bahwa
jumlah prokok di DIY juga terus mengalami peningkatan sejak tahun 2007 yang
jumlahnya sebesar 39,3%, tahun 2010 sebesar 31,6% dan 43,2% di tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
Adapun prevalensi
merokok berdasarkan usia di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah: 5 – 9 tahun
sebanyak 1,0%, 10-14 tahun sebanyak 10,7%, 15-19 tahun 43,2%, 20-24 tahun
sebanyak 25,4%, 25-29 tahun sebanyak 10,2%, dan > 30 tahun sebanyak 9,5%.
Dari data diatas, terlihat jelas bahwa prosentase perokok terbanyak berada pada
usia 15-19 tahun (Riskesdas Provinsi DIY, 2013).
Pemerintah Kabupaten
Kulon Progo pada tahun 2015 mulai mengesahkan peraturan daerah tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR). Dalam peraturan daerah nomor 5 tahun 2015 tentang kawasan
tanpa rokok pada pasal satu dan dua secara tegas menjelaskan tentang kawasan-kawasan
tanpa rokok seperti: tempat belajar mengajar, tempat ibadah, tempat bermain,
angkutan umum, dan tempat umum lainnya, serta larangan pemasangan iklan rokok
di jalan-jalan protokol atau jalan-jalan utama dengan tujuan untuk mengurangi
konsumsi rokok pada anak-anak dan wanita hamil.
Berdasarkan hasil
studi pendahuluan di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta, dengan
cara pengambilan data, yaitu dilakukan observasi dan wawancara pada enam siswa
laki-laki, diperoleh data bahwa empat siswa pertama kali merokok karena
ikut-ikutan gaya teman untuk merokok, sedangkan dua di antaranya mengatakan
pertama kali merokok karena rasa ingin tau tentang rokok. Dari masalah diatas,
maka peneliti merasa perlu untuk dilakukan penelitian tentang “Hubungan peran teman
sebaya dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon
Progo, Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: “Apakah ada hubungan antara peran teman sebaya dengan
perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo,
Yogyakarta”.
C. Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan
umum
Mengetahui hubungan peran teman
sebaya dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon
Progo, Yogyakarta.
2.
Tujuan
khusus
a.
Mengidentifikasi
peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I
Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta.
b.
Mengidentifikasi
perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo,
Yogyakarta.
D. Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat teoritis
Memperkuat
dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan tentang peran teman sebaya dengan perilaku
merokok pada remaja.
2.
Manfaat praktik
a.
Bagi peneliti
1)
Pengembangan wawasan penelitian dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
2)
Memperkuat konsep tentang peran teman
sebaya dengan perilaku merokok pada remaja
b.
Bagi ilmu pengetahuan keperawatan
Penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang peran teman sebaya dengan
perilaku merokok pada remaja. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan
bahan acuan untuk penelitian selanjtnya.
c.
Bagi remaja
Memberikan informasi
bagi para remaja tentang bahaya dari perilaku merokok dengan kesehatan.
d.
Bagi siswa-siswi SMA Negeri I
Kalibawang.
Diharapkan dapat
memberikan pengetahuan tantang peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja.
E. Keaslian
Penelitian
1.
Maseda
(2013): “Hubungan pengetahuan dan sikap tentang bahaya merokok dengan perilaku
merokok pada remaja putra di Sma Negeri I Tompasobaru” yang menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan, sikap dan perilaku tentang
bahaya merokok, dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I
Tompasobaru.
Persamaan dengan penelitian ini
adalah variabel dependen, dan metode penelitian.
Perbedaan dengan penelitian ini
adalah terletak pada variabel independen, tempat penelitian, dan waktu
penelitian.
2.
Azis,
dan Jayanti (2010): “Hubungan harga diri dengan perilaku merokok siswa Di Sma
Negeri 1 Susut Bangli” yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada remaja di SMA
Negeri 1 susut Bangli.
Persamaan dengan penelitian ini
adalah variabel dependen, dan metode penelitian.
Perbedaan dengan penelitian ini
adalah variabel independen, tempat penelitian, dan waktu penelitian.
3.
Lindawati,
Sumiati (2011): “Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok siswa-siswi
SMP di Daerah Jakarta Selatan” dengan hasil penelitian menunjukan bahwa tujuh
variabel independen yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku merokok,
yaitu jenis kelamin, tanggapan, perilaku merokok orang tua, pendidikan ibu,
pengaruh guru, pengaruh teman, dan besarnya uang jajan. Sedangkan variabel umur, pengetahuan,
pekerjaan ayah, pendidikan ayah, dan kegiatan KIE tidak mempunyai hubungan
bermakna.
Persamaan dengan penelitian ini
adalah variabel dependen, dan metode penelitian.
Perbedaan dengan penelitian ini
adalah variabel independen, tempat penelitian, dan waktu penelitian.
4.
Setianingrum
(2009) “Hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya merokok dengan
perilaku merokok pada remaja di Desa Boro Wetan Kecamatan Banyu Urip Purworejo”
menunjukan bahwa semakin baik pengetahuan remaja tentang bahaya merokok,
semakin baik pula perilaku merokoknya.
Persamaan dengan penelitian ini
adalah variabel dependen, dan metode penelitian.
Perbedaan dengan penelitian ini
adalah variabel independen, tempat penelitian, dan waktu penelitian.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Telaah
pustaka
1.
Teman sebaya
a. Definisi teman
sebaya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teman sebaya diartikan
sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Menurut (Santrock,
2007), kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau
tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada
anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban
yang relatif besar dalam kelompoknya.
Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua
orang atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai
hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti
kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati,
empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Irwan, 2010). Dengan
berteman, seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung
seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan temannya.
Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai adanya hubungan untuk
saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling
percaya, saling menghormati, dan saling menghargai (Irwan, 2010).
Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman
sebayanya. Jadi dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat, penampilan,
dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga. Di dalam
kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan konsep dirinya. Disini ia dinilai
oleh teman sebayanya tanpa meperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok
sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi
di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa,
melainkan oleh teman seusianya (Depkes, 2012).
b. Karakteristik berteman.
Adapun karakteristik dari berteman menurut Parlee (dalam Siregar,
2010) adalah sebagai berikut :
a)
Kesenangan,
yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman,
b)
Penerimaan,
yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka,
c)
Percaya,
yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangan
individu,
d)
Respek,
yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik,
e)
Saling
membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga melakukan hal yang
demikian,
f)
Menceritakan
rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada
teman,
g)
Pengertian,
yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya
individu,
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
berteman terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman. Dalam pertemanan
harus dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek,
saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta spontanitas.
c. Fungsi pertemanan
Menurut Gottman dan Parker (dalam Santrock 2007), mengatakan bahwa
ada enam fungsi perteman yaitu :
a.
Berteman (Companionship)
Berteman akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan
suatu aktivitas.
b.
Stimulasi kompetensi (Stimulation Competition)
Pada dasarnya, berteman akan memberi rangsangan seseorang untuk
mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi
sosial. Artinya melalui teman seseorang memperoleh informasi yang menarik,
penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik.
c.
Dukungan fisik (Physicial support)
Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan
menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi
suatu masalah.
Dengan berteman akan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi
seseorang, apa yang dihadapi seseorang juga dirahasiakan, dipikirkan dan
ditanggung oleh orang lain (temannya).
e.
Perbandingan sosial (Social comparison)
Berteman akan menyediakan kesempatan secara terbuka untuk
mengungkapkan ekspresi, kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang.
f.
Intimasi/afeksi (Intimacy/affection)
Tanda berteman adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban
satu sama lain. Masing-masing individu tidak ada maksud ataupun niat untuk
menyakiti orang lain karena mereka saling percaya, menghargai dan menghormati
keberadaan orang lain.
g.
Aspek perkembangan remaja
Terdapat dua konsep perkembangan remaja, yaitu nature dan nurture.
Konsep nature mengungkapkan bahwa masa remaja adalah masa badai dan
tekanan. Periode perkembangan ini individu banyak mengalami gejolak dan
tekanan karena perubahan yang terjadi dalam dirinya. Konsep nurture
menyatakan tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan tersebut. Hal
tersebut tergantung pada pola asuh dan lingkungan di mana remaja itu tinggal.
d. Perkembangan sosial
Terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan perilaku dewasa
merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat
menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran
anak-anak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa di
luar lingkungan keluarga dan sekolah Piaget dan Sullivan (dalam Santrock,
2007).
e. Kuatnya teman sebaya
Keinginan menjadi mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu bentuk
kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orangtua dan
ketergantungan secara emosional pada orangtua (Santrock, 2007).
Berdasarkan
ciri-ciri yang dimiliki seperti menjadi egosentris, kebingungan peran dan
lain-lain, seseorang menghabiskan lebih banyak waktu bersama
teman sebayanya dibandingkan bersama dengan orangtuanya, sehingga wajar saja
jika tingkah laku dan norma/aturan-aturan yang dipegang banyak dipengaruhi oleh
kelompok sebayanya. Namun, tampaknya remaja sangat bergantung pada teman
sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap ambivalen. Di satu sisi ingin
membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri dari orangtuanya, tetapi di
sisi lain mereka masih tergantung kepada orangtuanya (Santrock, 2007).
Remaja akan tetap
meminta pertimbangan dari orangtuanya ketika menghadapi masalah yang berat atau
harus menentukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depannya yang berakibat
jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk ketergantungan remaja kepada orangtua.
Ketergantungan pada teman sebaya lebih mengarah pada hal-hal yang berkaitan
dengan relasi sosial atau penerimaan lingkungan (misalnya tingkah
laku/kebiasaan sehari-hari, kesukaan, aktivitas yang dipilih, gaya bahasa dan
lainnya). Namun, perilaku mengikuti kelompok akan semakin berkurang sesuai
dengan bertambahnya kematangan karena remaja semakin ingin menjadi individu
yang mandiri dan unik serta lebih selektif dalam memilih sahabat (Santrock,
2007).
Tingkat konformitas
remaja dengan kelompok sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang
terjadi dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang terlalu hangat,
memberikan perlindungan dan keamanan secara berlebihan, melibatkan emosi yang
sangat kuat cenderung mempengaruhi remaja
menjadi malas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau mengalami kesulitan
dalam berinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya remaja ini lebih
senang menyendiri atau bergaul dengan orang-orang tertentu saja,
ada juga yang menjadi minder dan sulit berinteraksi dengan sebayanya. Sementara
keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi kepada anak,
cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikatkan diri pada lingkungan
lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut
(tanpa membedakan mana tingkah laku yang salah atau benar) (Santrock, 2007).
Keluarga yang
memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar yang tidak berlebihan dan
senantiasa memberikan dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan
lain di luar keluarga secara lebih baik. Ia mampu menentukan kapan ia harus mengikuti
kelompoknya dan kapan harus menolak ajakan dari teman sebayanya sehingga remaja
tersebut akan terbebas dari tekanan teman sebaya untuk melakukan hal-hal
negatif (Santrock, 2007).
Perubahan dalam
perilaku sosial Mappiare (dalam Handayani, 2006) ditunjukkan dengan :
a.
Minat
dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar.
b.
Kegiatan-kegiatan
sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin.
c.
Bertambahnya
wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang
lebih baik serta lebih bisa mengerti orang lain. Remaja juga mengembangkan
kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam aktivitas
sosial.
d.
Berkurangnya prasangka dan diskriminasi, mereka cenderung tidak
mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya.
f. Aspek-aspek kualitas
pertemanan
Menurut
Mappiare (dalam Handayani, 2006) aspek-aspek kualitas pertemanan adalah sebagai
berikut :
1)
Pengakuan dan saling menjaga
Yaitu remaja diakui
teman, adanya perilaku saling menjaga, mendukung dan saling memberi perhatian.
2)
Terjadinya konflik
Yaitu munculnya
perbedaan atau perselisihan faham hal-hal yang membangkitkan kemarahan dan
ketidakpercayaan.
3)
Pertemanan dan rekreasi
Yaitu menghabiskan
waktu bersama-sama teman, baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah.
4)
Membantu dan memberi petunjuk
Yaitu usaha seorang
teman untuk membantu temannya yang lain dalam menyelesaikan tugas rutin yang
menantang.
5)
Berbagi pengalaman dan perasaan
Yaitu adanya saling
keterbukaan akan perasaan pribadi, berbagi pengalaman diantara remaja dan
temannya.
6)
Pemecahan konflik
Yaitu munculnya
perdebatan atau perselisihan faham dan adanya jalan keluar pemecahan masalah
secara baik dan efisien.
2. Peran
Menurut Soekanto (2009) peran adalah proses
dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara
kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya
tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.
Sedangkan menurut Merton (2007) mendefinisikan peran sebagai
pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status
tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari
hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki
status-status sosial khusus.
3. Peran
Teman Sebaya
Dari pengertian teman sebaya dan peran di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa peran teman sebaya adalah pola tingkah laku
kawan-kawan sebaya atau sekelompok remaja yang diharapkan oleh individu atau
kawan-kawan sebayanya yang berhubungan dengan status tertentu yang dapat
mempengaruhi perilaku kawan-kawan sebayanya atau kelompoknya.
Menurut Santrock (2007) remaja memiliki kebutuhan yang kuat
untuk disukai dan diterima oleh kawan sebaya atau
kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan
sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan
diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan
terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Peran terpenting dari teman sebaya adalah:
1)
Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.
2)
Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan
pengetahuan.
3)
Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.
Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris.
Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa
kesepian dan bersikap bermusuhan. Dari uraian tersebut maka dapat diketahui
bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang
cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah
dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka
ciptakan sendiri Piaget dan Sullivan (dalam Santrock, 2007).
4. Rokok
a. Pengertian
Rokok adalah salah satu produk
tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya,
termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan
dari tanaman nicotion tobacum, nicotiana
rustica, dan atau tanpa bahan tembakau. Rokok biasanya berbentuk silinder
dari kertas berukuran panjang antara 70-120
mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi
daun-daun tembakau yang telah dicacah (Infodatin, 2013).
b. Jenis
rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa
jenis. Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau
isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok (Sukmana,
2007). Jenis rokok berdasarkan bahan pembungkus:
1)
Klobot
Adalah rokok yang bahan
pembungkusnya berupa daun jagung kering.
2)
Kawung
Adalah rokok yang bahan
pembungkusnya berupa daun kawung.
3)
Rokok
kretek
Adalah rokok yang bahan
pembungkusnya daun jagung kering namun dengan sering berjalannya perkembangan
bahan pembungkusnya diganti dengan kertas sehingga pada akhirnya disebut rokok
kretek.
4)
Rokok
filter
Pembuatan rokok ini dilatar belakangi
oleh efek nikotin yang masuk ke
saluran pernapasan saat meng hisap rokok. Untuk mengurangi kadar nikotin ini. Produsen membuat saringan
yang terbuat dari gabus berserat lembut. Filter ini diletakan di salah satu
ujung rokok kretek.
5)
Rokok
mild
Rokok mild termasuk rokok filter. Bedanya pada kadar nikotin dan tar yang
lebih rendah dibandingkan rokok filter pada umumnya. Campuran tembakau juga
sedikit sehingga terasa ringan saat dihisapnya.
6)
Rokok
mild beraneka rasa
Rokok ini sejenis dengan rokok mild. Namun produsen mencampurkan rasa
ke rokok ini. Seperti rasa mint, kopi dan teh.
7)
Rokok
cerutu
Ukuran rokok cerutu lebih besar
daripada rokok pada umumnya. Cerutu juga memiliki campuran tembakau yang sangat
padat sehingga biasanya satu batangnya bisa dihisap berkali-kali atau secara
bertahap.
c. Kandungan
rokok
1)
Zat kimia
Asap rokok mengandung sekitar 4.000
bahan kimia seperti CO, NO, HCN, NH4, acrolein,
acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, etilkatehol,
ortokresol, perilen, dan lain-lain. Selain komponen gas, ada komponen padat
atau partikel yang terdiri dari nikotin
dan tar. Tar mengandung bahan karsinogen, sedangkan nikotin merupakan zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan atau
kecanduan (Adiatma, 2006).
2)
Nikotin
Nikotin
dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah koroner
yang memberi oksigen pada jantung. Karena penyempitan pembuluh darah, maka
jantung akan bekerja keras, sehingga memerlukan oksigen yang lebih banyak yang
menyebabkan aliran darah dipercepat dan terjadi peningkatan tekanan darah, bila
terjadi penyumbatan arteri koroner, tidak ada aliran darah yang membawa oksigen
ke otot jantung yang mengakibatkan serangan jantung (Triswanto, 2007).
Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa setiap hari sudah
bisa membuat seseorang ketagihan. Nikotin
mengganggu sistem saraf simpatis dan mengakibatkan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi
denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan
gangguan irama jantung. Nikotin juga
mengganggu kerja saraf otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit sehingga
mengakibatkan timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding pembuluh
kerja (Proverawati, dkk. 2012).
3)
Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida dapat meningkatkan
keasaman sel darah. Akibatnya, terjadi penyempitan pembuluh darah dan memaksa
jantung memompa darah lebih kuat lagi. Lambat laun, tekanan darah pun akan
meningkat (Dewi dan Familia, 2012).
4)
Timah hitam (Pb)
Timah hitam yang dihasilkan oleh
sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 16 batang) yang habis
dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya
timah hitam yang masuk kedalam tubuh adalah 20 ug per hari (Proverawati dkk.
2012).
5)
Tar
Tar adalah senyawa polinuklir
hidrokarbon aromatika yang bersifat karsogenik (PP No. 19 tahun 2003). Tar juga
merupakan zat yang dapat meningkatkan kekentalan darah. Hal ini mengakibatkan
jantung harus memompa darah lebih kuat lagi (Dewi dan Familia, 2012).
d. Akibat yang timbulkan oleh rokok
1)
Kanker
paru-paru
Kanker
ialah penyakit yang disebabkan pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel
abnormal yang ada dibagian tubuh. Hubungan merokok dan kanker paru-paru telah
diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara
kebiasaan merokok, terutama cigaret,
dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan
bahkan rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru (Dewi
dan Familia, 2012).
2)
Jantung
koroner
Merokok
terbukti merupakan faktor resiko terbesar untuk mati mendadak. Resiko
terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok
dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko ini meningkat dengan bertambahnya
usia dan jumlah rokok yang dihisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor resiko
merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar
lemak, gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya penyakit jantung coroner (PJK). Perlu diketahui bahwa
resiko kematian akibat penyakit jantung koroner berkurang dengan 50 persen pada
tahun pertama sesudah rokok dihentikan. Akibat penggumpalan (trombosis)
dan pengapuran (aterosklerosis) dinding pembuluh darah, merokok jelas
akan merusak pembuluh darah perifer. Pembentukan aterosklerosis pada
pembuluh darah koroner jantung jauh lebih banyak bagi perokok dibandingkan
dengan yang non perokok. Kondisi ini akibat mendorong vosokonstriksi pembuluh
darah koroner. Sebagai pendorong faktor resiko PJK yang lain tentu perokok akan
meningkatkan kadar kolesterol didalam darah yang akan memberikan resiko tinggi
terhadap PJK. Demikian juga merokok mempercepat pembekuan darah sehingga agregasi
trombosit lebih cepat terjadi, yang merupakan salah satu faktor pembentukan
aterosklerosis sebagai penyebab PJK (Dewi dan Familia,
2012).
3)
Bronkitis
Bronkitis terjadi karena paru-paru dan
alur udara tidak mampu melepaskan mucus
yang terdapat didalamnya dengan cara normal. Mucus adalah cairan lengket yang
terdapat dalam tabung halus, yang disebut tabung bronchial yang terletak
dalam paru-paru. Mucus beserta semua kotoran tersebut biasanya terus bergerak
melalui tabung baronkial dengan bantuan rambut halus yang disebut silia.
Silia ini terus menerus bergerak bergelombang seperti tentakel bintang laut,
anemone, yang membawa mucus keluar dari paru-paru menuju ketenggorokan. Asap
rokok memperlambat gerakan silia dan setelah jangka waktu tertentu akan
merusaknya sama sekali. Keadaan ini berarti bahwa seorang perokok harus lebih
banyak batuk untuk mengeluarkan mukusnya. Karena sistemnya tidak lagi bekerja
sebaik semula, seorang perokok lebih mudah menderita radang paru-paru yang
disebut bronchitis (Dewi dan Familia, 2012).
4)
Penyakit
stroke
Stroke adalah penyakit deficit neurologist akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak serta
menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu.
Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu, dan keadaan
penduduk. (Bustan,1997)
Tendra,
(2014) juga mengungkapkan bahwa penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat
mendadak atau stroke banyak dikaitkan
dengan merokok. Resiko stroke dan
resiko kematian lebih tinggi perokok dibandingkan tidak perokok.
5)
Hipertensi
Walaupun
nikotin dan merokok menaikkan tekanan
darah diastole secara akut, namun tidak tampak lebih sering di antara perokok, dan
tekanan diastole sedikit berubah bila orang berhenti merokok. Hal ini
mungkin berhubungan dengan fakta bahwa perokok sekitar 10-12 pon lebih ringan
dari pada bukan perokok yang sama umur, tinggi badan dan jenis kelaminnya. Bila
mereka berhenti merokok, sering berat badan naik. Dua kekuatan, turunnya
tekanan diastole akibat adanya nikotin
dan naiknya tekanan diastole karena
peningkatan berat badan, tampaknya mengimbangi satu sama lain pada kebanyakan
orang, sehingga tekanan diastole sedikit
berubah bila mereka berhenti merokok (Dewi dan Familia,
2012).
6)
Diabetes
melitus
Diabetes
terjadi ketika glukosa dalam darah terlalu tinggi karena tubuh tidak bisa
menggunakan dengan benar. Glukosa adalah gula yang diproduksi oleh tubuh dan
terutama diambil dari karbohidrat dalam makanan. Bukti-bukti makin banyak
menunjuk pada peran rokok terhadap timbulnya penyakit diabetes atau bahwa
penderita diabetes akan memperparah resiko kematian jika terus merokok (Dewi
dan Familia, 2012).
7)
Impotensi
Impotensi
merupakan kegagalan atau disfungsi alat kelamin laki-laki secara berulang-ulang.
Ciri-ciri utamanya adalah kegagalan mempertahankan ereksi atau berhasil ereksi
tetapi “kurang keras”. Rokok merupakan salah satu penyumbang penting terjadinya
impotensi. Para ahli mengaitkan terjadinya impotensi dengan peran rokok yang
merusak jaringan darah dan syaraf. Dan karena seks yang sehat memerlukan “kerja
sama” seluruh komponen tubuh, maka adanya gangguan pada komponen vital
menyebabkan gangguan dan bahkan kegagalan seks seperti halnya yang terjadi pada
impotensi (Dewi dan Familia, 2012).
5. Perilaku
Menurut teori Dorothy Johnson
dalam (dalam Alligood, 2010) tentang “behavior
sistem model” menyebutkan bahwa sistem perilaku mencakup pola, perulangan
dan cara-cara bersikap dengan maksud tertentu. Cara-cara bersikap ini membentuk
unit fungsi teroraganisasi dan terintegrasi yang menentukan dan membatasi
interaksi antara seseorang dengan lingkunganya dan menciptakan hubungan
seseorang dengan obyek, peristiwa dan situasi dengan lingkunganya. Biasanya
sikap dapat digambarkan dan dijelaskan. Manusia sebagai sistem perilaku
berusaha untuk mencapai stabilitas dan keseimbangan dengan pengaturan dan
adaptasi yang berhasil pada beberapa tingkatan untuk efisiensi dan efektifitas
suatu fungsi. Sistem biasanya cukup fleksibel untuk mengakomodasi pengaruh yang
diakibatkan.
Dalam arti bahwa Model konsep
dan teori keperawatan menurut Johnson adalah dengan pendekatan sistem perilaku,
dimana individu dipandang sebagai sistem perilaku yang selalu ingin mencapai
keseimbangan dan stabilitas, baik di lingkungan internal maupun eksternal, juga
memiliki keinginan dalam mengatur dan menyesuaikan dari pengaruh yang
ditimbulkanya. Lingkungan termasuk masyarakat adalah sistem eksternal yang
berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Sebagai suatu sistem , didalamnya sistem perilaku yang dikemukan oleh Johson
terdapat komponen subsystem yang
membentuk sistem tersebut, antara lain:
a.
Afiliasi (hubungan), merupakan bentuk pemenuhan
kebutuhan tambahan dalam mempertahankan lingkungan yang kondusif dengan penyesuaian
dalam kehidupan sosial, keamanan, dan kelangsungan hidup.
b.
Dependency (ketergantungan),
merupakan bagian yang membentuk sistem perilaku dalam mendapatkan bantuan,
kedamaian, keamanan serta kepercayaan. Berdasarkan subsystem tersebut diatas,
maka akan terbentuk sebuah sistem perilaku individu, sehingga Johnson memiliki
pandangan bahwa keperawatan dalam mengatasi permasalahan tersebut harus dapat
berfungsi sebagai pengatur agar dapat menyeimbangkan sistem perilaku tersebut.
Klien dalam hal ini adalah manusia yang mendapat bantuan perawatan dengan
keadaan terancam atau potensial oleh kesakitan atau ketidak seimbangan
penyesuaian dengan lingkungan. Status kesehatan yang ingin dicapai adalah
mereka yang mampu berperilaku untuk memelihara keseimbangan atau stabilitas
dengan lingkungan.
c.
Ingestif, yaitu berhubungan dengan bagaimana, kapan, cara, dan
banyaknya makan dan minum sebagai suatu subsistem tingkah laku.
d.
Eliminative, berhubungan dengan bagaimana, kapan, cara, dan banyaknya zat
yang tidak di butuhkan oleh tubuh dikeluarkan secara biologis sebagai suatu
subsistem tingkah laku.
e.
Sexual, digunakan dalam pemenuhan
kebutuhan saling mencintai dan dicintai.
f.
Achievement (pencapaian), merupakan tingkat pencapaian
prestasi melalui keterampilan yang kreatif.
g.
Aggressive (penyerangan), merupakan bentuk mekanisme
pertahanan diri atau perlindungan dan berbagai ancaman yang ada di lingkungan.
Hal ini sejalan dengan pendapat
Skinner (dalam Notoadmodjo, 2012) perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian
organisme tersebut merespon, maka teori Skinner sering disebut teori “S-O-R”
atau Stimulus Organismes Respon.
Berdasarkan teori S-O-R perilaku manusia dapat di kelompok jadi dua yaitu
perilaku tertutup, terjadi bila respon terhadap
stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain secara
jelas. Contohnya: perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap
stimulus yang bersangkutan. Sedangkan perilaku terbuka adalah respon terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan yang bisa diamati oleh orang lain dari
luar.
Menurut Bloom (dalam
Notoatmodjo, 2010). Ranah (domain) perilaku manusia terdiri dari tiga komponen,
yaitu:
a.
Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya.
b.
Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik).
c.
Tindakan
atau praktik (perilaku)
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah
kecenderungan untuk bertindak (perilaku). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan,
sebab untuk terwujudnya tindakan perlu
faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana prasarana.
6. Perilaku
kesehatan
Sejalan dengan pendapat Johnson
dan Skiner, (Notoatmodjo, 2010). Berpendapat bahwa Perilaku
kesehatan adalah suatu proses seseorang (organisme) terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sehat-sakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi
sehat-sakit (kesehatan) seperti, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
minuman, serta lingkungan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua
aktivitas atau kegiatan seseorang yang
dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan. Oleh sebab itu perilaku kesehatan dibagi menjadi dua,
yakni:
a.
Perilaku
orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Sebab itu perilaku ini di
sebut perilaku sehat (health behavior)
yang mencakup perilaku-perilaku (overt
dan covert behavior) dalam mencegah
atau menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah dan penyebab
masalah kesehatan (perilaku preventif),
dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif). Contohnya makan dengan gizi seimbang, olahraga
teratur, tidak merokok, menggosok gigi setelah makan dan tidak minum minuman
keras.
b.
Perilaku
orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh
penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatanya. Oleh sebab itu perilaku ini
disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Contoh bila seseorang sakit maka dia akan
ke tempat pelayanan kesehatan untuk memperoleh kesembuhan.
7. perilaku
merokok
a. Pengertian
perilaku merokok
Menurut Subanada (dalam Soetjiningsih,
2010) merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi
si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok
itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Pada awalnya kebanyakan orang
menghisap tembakau dengan menggunakan pipa. Masyarakat timur (Eastern societies) menggunakan air untuk
mengurangi asap tembakau sebelum diinhalasi.
b. Dampak
perilaku merokok
Menurut Subanada (dalam Soetjiningsih,
2010) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu:
1)
Dampak
positif
Merokok menimbulkan dampak
positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Para perokok tersebut menyatakan
bahwa merokok dapat menghasilkan mood
positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit.
menyebutkan keuntungan dari merokok (terutama bagi merokok) yaitu dapat
mengurangi ketegangan, meningkatkan konsentrasi, ingin kelihatan gagah dan ingin
tahu bagaimana rasanya rokok.
2)
Dampak
negatif
Terpapar asap rokok selama
delapan jam sebanding dengan merokok langsung sebanyak 20 batang perhari. Konsekuensi dari merokok
antara lain meningkat kejadian infeksi saluran napas bagian atas, batuk, asma,
sinusitis, penyakit kardiovaskuler, kanker, mengganggu fertilitas, kematian
maupun absen dari kerja atau sekolah. Anak dan kaum muda yang merokok,
pertumbuhan dan perekembangan parunya segera akan terpengaruh oleh asap rokok.
Sedangkan menurut (Wijaya, 2011)
dampak buruk rokok terhadap kesehatan pertama kali ditemukan pada tahun 1951,
sejak itu banyak penelitian yang membuktikannya. Dampak rokok terhadap
kesehatan sering disebut sebagai ‘silent
killer’ karena timbul secara perlahan dan dalam tempo yang relatif lama,
tidak langsung dan tidak nampak secara nyata. Kebiasaan merokok merupakan salah
satu faktor resiko bagi banyak penyakit tidak menular yang berbahaya. Merokok
juga dapat mengurangi separuh usia hidup penggunanya dan 50% dari kematian
tersebut terjadi pada usia 30-69 tahun.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perilaku merokok lebih banyak menimbulkan dampak negatif bagi
kesehatan diri perokok sendiri maupun bagi orang di sekeliling perokok tersebut.
c. Tipe
perilaku merokok
Menurut Silvan Tomkins (dalam
Depkes, 2012) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan Management of
affect theory, ke empat tipe tersebut adalah:
1)
Tipe
perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (positive affect smokers), dengan merokok sesesorang merasakan
penambahan rasa yang positif.
a)
Pelasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk
menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok
setelah minum kopi atau makan.
b)
Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan
sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c)
Pleasure of handling the
cigarette, kenikmatan
yang diperoleh dengan memegang rokok dan biasanya sangat spesifik pada perokok
pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau
sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja, atau
perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya
sebelum ia nyalakan.
2)
Perilaku
merokok yang di pengaruhi oleh perasaan negatif (negatif affect smokers)
Banyak orang yang menggunakan
rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya ketika individu tersebut
merasa marah, cemas atau gelisah, mereka cenderungan menganggap rokok sebagai
penyelamat. Mereka menggunakan rokok ketika perasaan tidak enak terjadi,
sehingga mereka dapat terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
3)
Perilaku
yang adiktif (addictive smokers)
Mereka yang sudah adiksi, akan
menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang
dihisap berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah untuk membeli rokok,
walau tengah malam sekalipun, karena khawatir rokok tidak tersedia saat ia
menginginkannya.
4)
Perilaku
merokok yang sudah menjadi kebiasaan (pure
habits smokers)
Mereka menggunakan rokok sama
sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena
benar-benar sudah menjadi kebiasaan yang rutin. Dapat dikatakan pada
orang-orang tipe ini, merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat
otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari.
Menurut (Dinkes, 2014)
berdasarkan kemampuan menghisap rokok dalam sehari, kategori perokok dibagi
menjadi empat:
1)
Perokok
ringan menghisap satu sampai 10 batang/hari
2)
Perokok
sedang menghisap 10-20 batang/hari
3)
Perokok
berat menghisap >20 batang/hari
Sedangkan menurut Tomkins (dalam
Depkes, 2012) tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok.
Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat
digolongkan sebagai berikut.
a.
Merokok
di tempat-tempat umum (ruang publik)
1)
Kelompok
homogen (sama-sama perokok)
Mereka menikmati kebiasaan
merokok secara bergerombolan. Umumnya mereka masih menghargai orang lain,
karena mereka menempatkan diri di area
merokok (smoking area).
2)
Kelompok
yang heterogen
Kelompok ini biasanya merokok
diantara orang lain yang tidak merokok, anak kecil, panti jompo, orang sakit
dll. Mereka yang berani merokok ditempat tersebut tergolong sebagai orang yang
tidak mempunyai tata krama dan berperasaan karena mereka secara tidak sengaja
menyebarkan racun kepada orang lain yang tidak merokok.
b.
Merokok
di tempat-tempat yang bersifat pribadi
1)
Di
kantor atau di kamar pribadi
Mereka yang memilih
tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok di golongkan sebagai individu
yang kurang menjaga kebersihan.
2)
di
toilet
perokok jenis ini dapat
digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
d. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku merokok
Menurut Juniarti (dalam Depkes, 2012)
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok adalah sebagai berikut:
1)
Pengaruh
orangtua
Salah satu temuan tentang remaja
perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak
bahagia (broken home), dimana orangtua
tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan diberikan hukuman fisik yang keras,
lebih mudah menjadi perokok dibandingkan anak-anak muda yang berasal dari lingkungan
rumah tangga yang bahagia. Pada faktanya perilaku merokok lebih banyak ditemui
pada mereka yang tinggal dengan satu oragtua (single parents). Daripada ayah yang perokok, remaja akan lebih
cepat berperilaku sebagai perokok justru bila ibu mereka yang merokok.
2)
Pengaruh
teman
Berbagai fakta mengungkapkan
bahwa bila semakin banyak remaja yang merokok, maka semakin besar kemungkinan
teman-temannya adalah perokok dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada
dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, remaja tadi terpengaruh oleh
teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh remaja
tersebut, hingga akhirnya mereka semua menjadi perokok. Di antara remaja
perokok, 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok,
begitu pula dengan remaja yang bukan perokok.
3)
Faktor
kepribadian
Orang mencoba merokok karena
alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik dan jiwa,
dan membebaskan diri dari kebosanan.
4)
Pengaruh
iklan
Melihat iklan dimedia masa dan
elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan
atau glammour, membuat remaja sering
kali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
5)
Faktor
demografi
Menurut (Soetjiningsih, 2010)
Beberapa faktor demografi yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah usia,
jenis kelamin, ras etnis, dan tingkat
sosial ekonomi. Status sosial ekonomi yang terdiri dari tingkat pekerjaan,
pendidikan dan penghasilan juga mempunyai yang cukup signifikan dengan perilaku
merokok. Dalam penelitian di Amerika Serikat, angka kejadian merokok tertinggi
pada orang kulit putih dan penduduk asli Amerika, serta terendah pada
orang-orang Amerika keturunan Afrika dan Asia. Sehingga dalam ini bahwa
demografis atau letak wilayah juga berpengaruh dalam perilaku merokok pada
seseorang.
Apabila remaja terbiasa merokok,
maka jika mempunyai masalah yang tidak terselesaikan, cennderung akan
menggunakan narkoba. Beberapa pertimbangan antara lain bahwa tanda-tanda
psikologi pada remaja yaitu sering merasa gelisah, resah, konflik batin dengan
orangtua, minat meluas, tidak menetap,
pergaulan mulai berkelompok, mulai mengenal lawan jenis, dan sekolah tidak
stabil. Sehingga remaja sangat berisiko untuk menggunakan napza, rokok, minuman
keras, obat dan bahan berbahaya lainnya.
e. Tahapan
perilaku merokok
Menurut (Sukma, 2011) sebelum
menjadi perokok sesesorang melalui beberapa tahapan yang dilalui terlebih
dahulu. Levental dan Clearly mengungkapkan terdapat empat tahap dalam perilaku
merokok sehingga seseorang menjadi perokok yaitu:
1)
Tahap
Preparatory
Seseorang medapatkan gambaran
yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari
hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat seseorang untuk merokok.
2)
Tahap
Initiation
Tahap perintisan merokok yaitu
tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
3)
Tahap
become a smoker
Apabila sesesorang telah
mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari maka mempunyai kecenderungan
menjadi perokok.
4)
Tahap
maintenance of smoking
Pada tahap ini merokok sudah
menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek
fisiologis yang menyenangkan.
8. Remaja
a.
Definisi Masa Remaja
Masa
remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa
kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2007). Remaja, yang dalam bahasa aslinya
disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescare yang
artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan
orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan
periode lain dalam rentang kehidupan. Seorang anak dikatakan dewasa apabila
alat-alat reproduksinya dianggap sudah matang (Asrori et al, 2006).
Menurut
Rice (dalam Gunarsa, 2004) masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu
tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang memiliki kematangan. Pada masa
tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri.
Dua hal tersebut adalah, pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya
perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu
karakteristik di dalam diri remaja yang membuat remaja relative.
Masa
remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi
dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode
masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas.
Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti et al, 2009).
Dalam
definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan
sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai
berikut. Remaja adalah suatu masa di mana:
a.
Individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b.
Individu
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
c.
Terjadi
peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri, Muangman (dalam Sarwono, 2010).
b. Perkembangan perilaku remaja
Perkembangan perilaku remaja
pada masa pubertas ditandai dengan perubahan-perubahan akibat pubertas
(Papalia, 2008) yaitu:
a.
Perkembangan Perilaku Pengetahuan Remaja
Perkembangan perilaku dan pengetahuan remaja merupakan periode
terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan pengetahuan. Pada periode ini,
para remaja sudah memiliki pemikiran dalam usaha memecahkan masalah-masalah
yang nyata dan tidak nyata. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak cara
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasil yang diperoleh. Para
remaja bukan hanya menerima informasi apa adanya, akan tetapi mereka akan
memproses informasi itu serta mengubahnya dengan pemikiran mereka sendiri. Para
remaja juga mampu menggabungkan pengalaman masa lalu dan pangalaman sekarang
untuk mengubahnya menjadi pendapat (Papalia, 2008).
b.
Perkembangan perilaku sosioemosional remaja
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, karena pada masa
ini suasana hati bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan suasana hati para
remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan
gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja
mengalami perubahan yang secara tiba-tiba dalam kesadaran diri mereka (self
awareness). Para remaja sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena
remaja menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik
mereka seperti mereka mengagumi diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat
remaja sangat memperhatikan diri mereka dan gambaran diri mereka sendiri.
Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak pada remaja
perempuan daripada remaja laki-laki, sebagian disebabkan karena remaja
perempuan biasanya lebih cepat matang daripada remaja laki-laki dan sebagian
karena banyak hambatan-hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku remaja
perempuan untuk membebaskan diri dari berbagai pembatasan. Perubahan pada masa
puber akan mempengaruhi perilaku sebagian besar bergantung pada kemampuan dan
kemauan remaja puber untuk mengungkapkan keprihatinan dan kecemasannya kepada
orang lain, sehingga dengan begitu ia dapat memperoleh pandangan yang baru dan
yang lebih baik.
Reaksi efektif terhadap perubahan terutama ditentukan oleh
kemampuan untuk berkomunikasi. Remaja yang merasa sulit atau tidak mampu
berkomunikasi dengan orang lain akan lebih banyak berperilaku negatif daripada
remaja yang mampu dan mau berkomunikasi. Akibat dari perubahan masa puber pada
para remaja adalah sebagai berikut (Monks, 2009):
1)
Ingin menyendiri
Saat perubahan pada masa puber mulai terjadi, remaja biasanya
menarik diri dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga dan seringnya
bertengkar dengan teman-teman dan anggota keluarga. Remaja puber sering
melamun, sering tidak dimengerti dan diperlakukan dengan kurang baik. Gejala
menarik diri ini mencakup ketidakinginan berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud
untuk menemukan dirinya ataupun identitas diri (Monks, 2009).
2)
Bosan
Remaja pubertas akan merasa bosan dengan permainan yang sebelumnya
sangat digemari, tugas-tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial dan kehidupan
pada umumnya. Remaja menjadi terbiasa untuk tidak mau berprestasi karena sering
timbul perasaan akan keadaan fisik yang tidak normal (Monks, 2009).
3)
Inkoordinasi
Pertumbuhan cepat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi
gerakan, dan remaja akan merasa tidak terbiasa bergaul dengan orang lain selama
beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, maka koordinasi tersebut akan
kembali membaik secara bertahap (Monks, 2009).
4)
Antagonisme sosial
Remaja puber seringkali tidak mau bekerja sama, sering membantah,
dan menentang. Permusuhan terbuka antara dua jenis kelamin yang berlainan
diungkapkan dalam kritik, dan komentar-komentar yang merendahkan. Dengan
berlanjutnya masa puber, remaja kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat
bekerja sama dan lebih sabar kepada orang lain (Monks, 2009).
5)
Emosi yang tinggi
Munculnya reaksi murung, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan
untuk menangis karena pengaruh yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian
awal masa puber. Pada masa ini remaja merasa khawatir, gelisah, dan cepat
marah. Sedih, mudah marah, dan suasana hati yang negatif sangat sering terjadi
selama masa pra-menstruasi dan awal periode menstruasi. Dengan semakin
matangnya keadaan fisik remaja, ketegangan lambat laun akan berkurang dan
remaja sudah mulai mampu mengendalikan emosinya (Monks, 2009).
6)
Hilangnya kepercayaan diri
Remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri akan menjadi
kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik yang
menurun dan karena adanya pengaruh yang negatif datang dari orangtua maupun
dari teman-temannya (Monks, 2009).
7)
Terlalu sederhana
Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan remaja
menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang lain
akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan akan memberi komentar yang
buruk (Monks, 2009).
c. Masa transisi remaja
Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa
transisi tersebut menurut (Gunarsa, 2008) adalah sebagai berikut:
a.
Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh
Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum
sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan
kebinggungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten
(Gunarsa, 2008).
b.
Transisi dalam kehidupan emosi
Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan
peningkatan hubungan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi.
Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi di
lain sisi akan gembira, tertawa ataupun marah-marah (Gunarsa, 2008).
c.
Transisi dalam kehidupan sosial
Lingkungan sosial anak semakin bergeser keluar dari keluarga, di
mana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran
ikatan pada teman
sebaya merupakan upaya
remaja untuk mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga) (Gunarsa,
2008).
d.
Transisi dalam nilai-nilai moral
Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju
nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan
nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri (Gunarsa,
2008).
e.
Transisi dalam pemahaman
Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai
mengembangkan kemampuan berpikir abstrak (Gunarsa, 2008).
d. Masalah umum remaja
Menurut (Mc Allister, 2009) membagi remaja menjadi
beberapa kelompok yaitu:
a.
Remaja
normal.
b.
Remaja
bermasalah.
c.
Remaja
bermasalah patologis.
Dua kelompok yang pertama merupakan problem teenager group
dengan didasari asumsi bahwa tidak ada remaja yang tidak bermasalah dalam menghadapi
transisi dalam berbagai aspek perkembangan serta menghadapi transisi dalam
berbagai aspek perkembangan serta menghadapi lingkungan. Remaja memiliki
masalah umum dibedakan dengan remaja yang memiliki masalah yang patologis (pathologic
teenager). Berikut adalah masalah umum yang dialami remaja berkaitan
dengan tumbuh kembangnya (Mc Allister, 2009).
1)
Masalah yang berkaitan dengan lingkungan rumahnya seperti relasi
dengan anggota, keluarga, disiplin, dan pertentangan dengan orangtua.
2)
Masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan sekolah.
3)
Kondisi fisik (kesehatan atau latihan), penampilan (berat badan,
ciri-ciri daya tarik, bau badan, jerawat, kesesuaian dengan jenis kelamin).
4)
Emosi (temperamen yang meledak-ledak, suasana hati berubah-ubah).
5)
Penyesuaian sosial (minder, sulit bergaul, pacaran, penerimaan
oleh teman sebaya, peran pemimpin).
6)
Masalah pekerjaan (pilihan pekerjaan, pengangguran).
7)
Nilai-nilai (moral, penyalahgunaan obat-obatan, dan hubungan
seksual).
8)
Masalah yang berkaitan dengan hubungan lawan jenis
(heteroseksual), seperti putus pacar, proses pacaran, backstreet, sulit punya
pacar, dan lain-lain.
B. Kerangka
Teori
Ditinjau
dari teori diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada remaja
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal:
Perilaku Merokok
Pada Remaja
|
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok
-
Faktor
demografi
-
Faktor
kepribadian
-
Peran
Teman Sebaya
-
Pengaruh
Iklan
-
Peran
Orangtua
|
-
Perokok ringan
-
Perokok sedang
-
Perokok berat
|
Gambar 2.1: Kerangka teori hubungan
peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja (Juniarti dalam
Depkes, 2012)
C. Kerangka
Konsep
Perilaku Merokok
Pada Remaja
|
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok
-
Faktor
demografi
-
Faktor
kepribadian
-
Pengaruh
Iklan
-
Peran
Orangtua
|
-
Peran Teman Sebaya
-
Sumber Informasi
-
Sumber Kognitif
-
Sumber emosional
|
-
Perokok ringan
-
Perokok sedang
-
Perokok berat
|
|
: Yang diteliti
Gambar 2.2: Kerangka konsep
hubungan peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja.
D. Hipotesis
Berdasarkan
tinjauan teori dan kerangka teori diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah: Ada hubungan antara peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada
remaja di SMA Negeri I Kalibawang Yoyakarta.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Rancangan
Penelitian
Desain atau rancangan penelitian
merupakan acuan bagi peneliti untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam
suatu penelitian. Desain penelitian dapat menjadi petunjuk bagi peneliti untuk
mencapai tujuan penelitian dan juga sebagai penuntun bagi peneliti dalam
seluruh proses penelitian (Riyadi, dkk. 2011).
Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan studi korelasi (correlation
study) yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran teman sebaya
terhadap perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan desain studi potong lintang atau cross sectional kepada responden remaja
di SMA Negeri I Kalibawang melalui pertanyaan terstruktur pada kuesioner.
B. Lokasi
dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA
Negeri I Kalibawang, Kulonprogo, Yogyakarta.
2. Waktu
penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Mei 2016.
C. Subyek
Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulan atau keseluruhan obyek peneliti yang diteliti (Sugiyono,
2007). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I
Kalibawang, yang berjumlah 79 Siswa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut atau obyek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2006). Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Kalibawang yang merokok, dan bersedia menjadi responden. Sampel
dipilih dengan menggunakan metode purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu
dari peniliti. (Notoatmodjo, 2012). Sehingga sampel dalam penelitian ini
berjumlah 35 siswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sampel yang memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh peneliti dengan
pertimbangan sebagai berikut:
Kriteria inklusi sampel yang
diambil meliputi:
1)
Remaja
laki-laki kelas XI SMA Negeri I Kalibawang.
2)
Remaja
laki-laki kelas XI SMA Negeri I Kalibawang yang merokok
3)
Remaja
laki-laki kelas XI SMA Negeri I Kalibawang yang bersedia menjadi responden.
4)
Teman
sebaya atau teman sepermainan responden yang bersekolah di SMA Negeri I
Kalibawang.
Sedangkan kriteria eksklusi
sampel meliputi:
1)
Remaja
yang bukan perokok
2)
Remaja
yang tidak bersedia menjadi responden
3)
Remaja
yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap
D. Variabel
Penelitian
1. Variabel
independen atau bebas
Variabel independen merupakan
variabel yang mempengaruhi variabel lain, artinya apabila variabel independen
berubah, maka akan mengakibatkan perubahan pada variabel lain (Riyadi, dkk.
2011) Variabel Independen dalam penelitian ini adalah “peran teman sebaya”.
2. Variabel
dependen atau terikat
Variabel dependen merupakan
variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, artinya jika variabel dependen
berubah, merupakan akibat dari perubahan pada variabel bebas (Riyadi, dkk.
2011). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah “perilaku merokok pada
remaja”
3. Hubungan
antar variabel
Pengaruh antar variabel dalam
penelitian ini yaitu “peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja
di SMA Negeri I Kalibawang, Kulonprogo, Yogyakarta”.
E. Definisi
Operasional Variabel
Definisi operasional adalah
mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang
diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Nursalam, 2011).
Tabel 3.1
Definisi
Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Skala
|
Hasil Ukur
|
1
|
Peran teman
sebaya
|
pola tingkah
laku kawan-kawan sebaya atau sekelompok remaja yang dapat mempengaruhi
perilaku kawan-kawan sebayanya atau kelompoknya, serta berfungsi sebagai
sumber informasi, kognitif, dan emosional dalam kelompoknya
|
Responden
mengisi pernyataan sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS),
ragu-ragu/netral (N), setuju (S), sangat setuju (SS) pada kuesioner yang
diberikan
|
Nominal
|
1. Mempengaruhi: (jika jawaban
yang diperoleh 1-5 (median))
2. Tidak mempengaruhi: (jika
jawaban yang diperoleh 6-10 (median))
|
2
|
Perilaku merokok
|
Perilaku
membakar rokok kemudian dihisap asapnya yang dapat memberikan kenikmatan bagi
si perokok, namun dapat memberikan dampak buruk bagi si perokok itu sendiri
maupun orang-orang disekitarnya
|
Responden
mengisi pernyataan tentang gambaran perilaku merokok pada kueioner yang
diberikan
|
Ordinal
|
1. Perokok ringan: 1-10 batang
rokok/hari
2. Perokok sedang: 10-20
batang/hari
3. Perokok berat: >20
batang/hari
|
F. Instrument
Penelitian
1. Jenis
instrumen
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner tersebut digunakan untuk menganalisa
kedua variabel. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang digunkan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008).
Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari dua
bagian, pada bagian pertama yaitu data demografi yang mengulas tentang
identitas responden, dan perilaku merokok pada responden. Bagian kedua
kuesioner mengkaji tentang peran teman sebaya yang terdiri dari 10 pertanyaan.
Pertanyaan di jawab dengan memberi tanda centang (
)jawaban
yang dianggap paling benar menurut responden. Untuk jawaban benar diberi nilai 1 (satu) dan jawaban yang salah
diberi nilai 0 (nol).
Untuk menentukan apakah terdapat
hubungan peran teman sebaya, maka dihitung jumlah score yang diperoleh responden. dikatakan mempengaruhi jika score yang diperoleh lebih dari nilai
tengah (Median), dan tidak mempengaruhi
jika score yang diperoleh kurang dari
nilai tengah (Median) untuk
menentukan nilai median, digunakan
rumus berikut:
ket:
n= Median
x= jumlah item pernyataan
y= score tertinggi
dari rumus tersebut diatas, maka
cara perhitungan untuk menentukan nilai tengah (Median) adalah sebagai berikut:
N= 5
jadi nilai tengah (median) pada kuesioner peran teman
sebaya adalah 5.
Tabel 3.2
Kisi-kisi
kuesioner peran teman sebaya
Variabel
|
Indikator
|
Item Positif
|
Item Negatif
|
Jml
|
Peran Teman
Sebaya
|
Informasi
|
1, 2, 3, 4, 5
|
-
|
5
|
Kognitif
|
6, 7, 8
|
-
|
3
|
|
Emosional
|
9, 10
|
-
|
2
|
|
Jumlah
|
10
|
0
|
10
|
2. Uji
validitas
Validitas alat ukur adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat
kevalidan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan
uji validitas yang telah dilakukan d SMK Negeri 1 Piri, Yogyakarta, didapatkan
hasil bahwa dari 10 item pertanyaan yang di uji, semua item pertanyaan tersebut
sudah valid dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel.
3. Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah kestabilan pengukuran, reliabilitas instrument menunjukan bahwa
suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul
data dan menghasilkan data yang dapat dipercaya (Notoatmodjo, 2005). Hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan dengan menggunakan rumus Crombach Alpha diperoleh nilai sebesar
0,884 (> 0,7) sehingga instrument yang digunakan dalam penelitian ini sudah reliable.
G. Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Setelah
mendapat surat izin melakukan penelitian dari BAPEDA DIY, BPMPT Kabupaten Kulon
Progo, dan SMA Negeri I Kalibawang, peneliti mencari responden sesuai kriteria
inklusi.
2.
Meminta
izin kepada pihak SMA Negeri I Kalibawang dengan membawa surat permohonan
penggunaan SMA Negeri I Kalibawang sebagai tempat penelitian.
3.
Setelah
menemukan responden yang sesuai, peneliti memilih salah satu remaja sebagai
koordinator masing-masing kelas yang ada di SMA Negeri I Kalibawang untuk
menyebarkan kuesioner dengan memberi penjelasan kepada koordinator untuk
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan sebagai responden penelitian dengan
menggunakan inform concern sebagai
bukti persetujuan serta cara pengisian kuesioner.
4.
Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan responden mengisi kuesioner sesuai
dengan petunjuk pada masing-masing bagian.
5.
Setelah
diisi, kuesioner dikumpulkan oleh peneliti dan diperiksa kelengkapannya. Data
yang tidak lengkap akan di drop out.
H. Analisa
Data
1.
Analisa
univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase
dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Teknik analisa dalam penelitian ini
menggunakan distribusi frekuensi. Rumus distribusi frekuensi dalam penelitian
ini sebagai berikut:
Keterangan:
P = Persentase
f = Jumlah score yang
diperoleh
N
= Jumlah total Score
2.
Analisa
bivariat
Analisa bivariat merupakan analisis untuk
mengetahui interaksi atau hubungan dua variabel (Sugiyono, 2010). Tujuan dari
analisis ini adalah mengetahui ada tidaknya hubungan antara peran teman sebaya
terhadap perilaku merokok. Menggunakan metode analisis data non parametrik
dengan uji statistik Chi Square (Chi Kuadrat). Uji ini digunakan untuk
menguji signifikan hipotesis komparasi dua sampel yang berkorelasi bila datanya
berskala nominal, atau salah satu datanya berskala nominal (Machfoedz, 2015).
I. Jalannya
Penelitian
Jalannya pelaksanaan penelitian
meliputi tiga tahap yaitu:
1.
Tahap
perencanaan
Tahap persiapan yang dilakukan
oleh peneliti dalam mengajukan proposal penelitian ini adalah:
a.
Mengidentifikasi
masalah di suatu tempat
b.
Konsultasi
judul ke pembimbing I dan II
c.
Mengurus
surat izin untuk studi pendahuluan dari akademik, dan diserahkan ke tempat
penelitian
d.
Melakukan
studi pendahuluan
e.
Menyusun
proposal penelitian
f.
Konsultasi
proposal penelitian ke pembimbing I dan II
g.
Seminar
atau mempresentasikan hasil proposal penelitian
h.
Melakukan
revisi atau perbaikan proposal penelitian yang sudah diseminarkan
2.
Tahap
pelaksanaan
Tahap pelaksanaan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:
a.
Mengurus
surat izin untuk memulai penelitian
b.
Melakukan
uji validitas dan reliabilitas di tempat yang sudah
ditentukan
c.
Melakukan
olah data uji validitas dan reliabilitas
d.
Menyebarkan
kuesioner peran teman sebaya dan perilaku merokok
e.
Responden
mengisi kuesioner yang diberikan peneliti setelah dijelaskan cara mengisi
kuesioner
f.
Manganalisa
data
3.
Tahap
evaluasi
Tahap evaluasi yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:
a.
Menyimpulkan
hasil penelitian
b.
Membuat
laporan hasil penelitian
c.
Konsultasi
kepada pembimbing I dan II
d.
Seminar
atau mempresentasikan hasil penelitian
e.
Melakukan
revisi atau perbaikan hasil penelitian
f.
Publikasi
ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar