Selasa, 09 Agustus 2016

HUBUNGAN PERAN TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SMA NEGERI I KALIBAWANG KULON PROGO YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu masalah  yang sulit dipecahkan. Apalagi sudah menjadi masalah nasional, dan bahkan  internasional. Hal ini menjadi sulit, karena berkaitan dengan  banyak faktor yang saling memicu, sehingga seolah-olah sudah menjadi lingkaran setan. Ditinjau dari segi kesehatan merokok harus dihentikan karena menyebabkan kanker dan penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan kematian, oleh karena itu merokok harus dihentikan  sebagai usaha  pencegahan  sedini  mungkin. Dari segi pemerintahan, pemerintah memperoleh pajak pemasukan rokok yang tidak sedikit jumlahnya, dan mampu menyerap banyak  tenaga  kerja. Jika pabrik rokok ditutup, harus mencarikan pemasukan dana dari sumber lain yang tidak sedikit jumlahnya serta sulit pemecahannya (Susanti, 2008).
Perilaku merokok telah menjadi semacam "trademark" bagi seorang remaja laki-laki untuk menunjukkan maskulinitasnya. Remaja yang tidak merokok dianggap tidak gaul, tidak modern, dan kurang luwes dalam pergaulan. Lebih memprihatinkan lagi, bahwa jumlah remaja perokok sudah mencapai lebih dari 50%, serta bukan hanya remaja laki-laki saja tetapi juga remaja perempuan yang juga memiliki kebiasaan merokok (Susanti, 2008).

Menurut Tarwoto, dkk (2010) remaja dalam perkembangannya sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Salah satu perilaku tidak sehat oleh remaja yang dipengaruhi oleh lingkungan adalah merokok. Kebiasaan merokok ini selain dipengaruhi oleh lingkungan juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti masa perkembagan anak yang mencari identitas diri yang ingin mencoba hal baru.
Di pihak perokok sendiri, mereka merasakan kenikmatan begitu nyata, sampai dirasa memberikan kesegaran dan kepuasan tersendiri sehingga setiap  harinya  harus  menyisihkan uang untuk merokok. Perilaku merokok sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, merokok bagi sebagian orang merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, meskipun demikian hampir semua orang mengetahui bahwa perilaku merokok itu merugikan, karena didalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya yaitu nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Rokok mengandung 8-20 mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25%, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi (Susanti, 2011).
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Kebutuhan seperti inilah yang membuat remaja menjadi sangat mudah untuk berperilaku seperti yang dikehedaki oleh teman sebayanya atau teman kelompoknya seperti merokok (Santrock, 2007).
Berdasarkan data dari WHO World Healt Organization (WHO, 2011), menyebutkan bahwa satu dari sepuluh kematian pada orang dewasa disebabkan karena kebiasaan merokok, dimana rokok ini membunuh hampir lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut, maka bisa dipastikan bahwa 10 juta orang akan meninggal karena rokok pertahunnya pada tahun 2020, dengan 70% kasus terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Pada tahun 2005 terdapat 5,4 juta kematian akibat merokok atau rata-rata satu kematian setiap enam detik. Bahkan pada tahun 2030 diperkirakan jumlah kematian mencapai angka 8 juta (Riskesdas, 2007).
Rokok merupakan masalah yang sangat dekat menjerat anak dan remaja di Indonesia. Gencarnya iklan, promosi dan sponsor rokok yang sangat mempengaruhi motivasi generasi muda untuk perokok pemula. Indonesia merupakan konsumen produk tembakau atau perokok tertinggi ke-3 di dunia, setelah Cina dan India yang berada di posisi pertama dan kedua. Menurut World Health Organization (WHO). Lebih dari sepertiga pelajar dilaporkan biasa merokok, dan ada tiga diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun (The Global Youth Tobacco Survey, 2011). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukan adanya peningkatan jumlah perokok remaja berusia 15 tahun keatas. Peningkatan ini tertulis dalam laporan hasil Riskesdas tahun 2013 yang menunjukan bahwa jumlah perokok remaja berusia 15 tahun keatas. Laporan tersebut menunjukan bahwa jumlah perokok pada remaja berusia 15 tahun keatas pada tahun 1995 sebesar 27%, dan terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yakni mencapai 36,3% ditahun 2013 (Riskesdas, 2013).
Data yang diperoleh Global Adults Tobacco Survey (GATS, 2011) bahwa prosentase remaja laki-laki perokok berusia ≥15 tahun adalah 67,0%. dan Riskesdas 2013 menunjukan prosentase sebesar 64,9%. sedangkan pada perempuan menurut GATS adalah 2,7 %. dan 2,1 %, yang menempatkan Indonesia pada urutan keempat jumlah perokok terbanyak didunia setelah Cina, India, dan Rusia (Riskesdas, 2013). Laporan dinas kesehatan DIY tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah prokok di DIY juga terus mengalami peningkatan sejak tahun 2007 yang jumlahnya sebesar 39,3%, tahun 2010 sebesar 31,6% dan  43,2% di tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
Adapun prevalensi merokok berdasarkan usia di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah: 5 – 9 tahun sebanyak 1,0%, 10-14 tahun sebanyak 10,7%, 15-19 tahun 43,2%, 20-24 tahun sebanyak 25,4%, 25-29 tahun sebanyak 10,2%, dan > 30 tahun sebanyak 9,5%. Dari data diatas, terlihat jelas bahwa prosentase perokok terbanyak berada pada usia 15-19 tahun (Riskesdas Provinsi DIY, 2013).
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2015 mulai mengesahkan peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dalam peraturan daerah nomor 5 tahun 2015 tentang kawasan tanpa rokok pada pasal satu dan dua secara tegas menjelaskan tentang kawasan-kawasan tanpa rokok seperti: tempat belajar mengajar, tempat ibadah, tempat bermain, angkutan umum, dan tempat umum lainnya, serta larangan pemasangan iklan rokok di jalan-jalan protokol atau jalan-jalan utama dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi rokok pada anak-anak dan wanita hamil.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta, dengan cara pengambilan data, yaitu dilakukan observasi dan wawancara pada enam siswa laki-laki, diperoleh data bahwa empat siswa pertama kali merokok karena ikut-ikutan gaya teman untuk merokok, sedangkan dua di antaranya mengatakan pertama kali merokok karena rasa ingin tau tentang rokok. Dari masalah diatas, maka peneliti merasa perlu untuk dilakukan penelitian tentang “Hubungan peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: “Apakah ada hubungan antara peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta”.
C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan umum
Mengetahui hubungan peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta.

2.      Tujuan khusus
a.       Mengidentifikasi peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta.
b.      Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat teoritis
Memperkuat dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan tentang peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja.
2.      Manfaat praktik
a.      Bagi peneliti
1)      Pengembangan wawasan penelitian dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2)      Memperkuat konsep tentang peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja
b.      Bagi ilmu pengetahuan keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja.  Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjtnya.
c.      Bagi remaja
Memberikan informasi bagi para remaja tentang bahaya dari perilaku merokok dengan kesehatan.
d.     Bagi siswa-siswi SMA Negeri I Kalibawang.
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan tantang peran teman sebaya dengan perilaku merokok pada remaja.
E.     Keaslian Penelitian
1.      Maseda (2013): “Hubungan pengetahuan dan sikap tentang bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja putra di Sma Negeri I Tompasobaru” yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan, sikap dan perilaku tentang bahaya merokok, dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Tompasobaru.
Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen, dan metode penelitian.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel independen, tempat penelitian, dan waktu penelitian.
2.      Azis, dan Jayanti (2010): “Hubungan harga diri dengan perilaku merokok siswa Di Sma Negeri 1 Susut Bangli” yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri 1 susut Bangli.
Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen, dan metode penelitian.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independen, tempat penelitian, dan waktu penelitian.
3.      Lindawati, Sumiati (2011): “Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok siswa-siswi SMP di Daerah Jakarta Selatan” dengan hasil penelitian menunjukan bahwa tujuh variabel independen yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku merokok, yaitu jenis kelamin, tanggapan, perilaku merokok orang tua, pendidikan ibu, pengaruh guru, pengaruh teman, dan besarnya uang jajan.  Sedangkan variabel umur, pengetahuan, pekerjaan ayah, pendidikan ayah, dan kegiatan KIE tidak mempunyai hubungan bermakna.
Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen, dan metode penelitian.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independen, tempat penelitian, dan waktu penelitian.
4.      Setianingrum (2009) “Hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja di Desa Boro Wetan Kecamatan Banyu Urip Purworejo” menunjukan bahwa semakin baik pengetahuan remaja tentang bahaya merokok, semakin baik pula perilaku merokoknya.
Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen, dan metode penelitian.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independen, tempat penelitian, dan waktu penelitian.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Telaah pustaka

1.      Teman sebaya
a.      Definisi teman sebaya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Menurut (Santrock, 2007), kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.
Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Irwan, 2010). Dengan berteman, seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai adanya hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai (Irwan, 2010).
Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebayanya. Jadi dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga. Di dalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan konsep dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa meperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya (Depkes, 2012).
b.      Karakteristik berteman.
Adapun karakteristik dari berteman menurut Parlee (dalam Siregar, 2010) adalah sebagai berikut :
a)      Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman,
b)      Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka,
c)      Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangan individu,
d)     Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik,
e)      Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga melakukan hal yang demikian,
f)       Menceritakan rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman,
g)      Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya individu,
h)      Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekat teman.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri berteman terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman. Dalam pertemanan harus dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta spontanitas.
c.       Fungsi pertemanan
Menurut Gottman dan Parker (dalam Santrock 2007), mengatakan bahwa ada enam fungsi perteman yaitu :
a.       Berteman (Companionship)
Berteman akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas.
b.      Stimulasi kompetensi (Stimulation Competition)
Pada dasarnya, berteman akan memberi rangsangan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi sosial. Artinya melalui teman seseorang memperoleh informasi yang menarik, penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik.
c.       Dukungan fisik (Physicial support)
Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah.
d.      Dukungan ego
Dengan berteman akan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang, apa yang dihadapi seseorang juga dirahasiakan, dipikirkan dan ditanggung oleh orang lain (temannya).
e.       Perbandingan sosial (Social comparison)
Berteman akan menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan ekspresi, kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang.
f.       Intimasi/afeksi (Intimacy/affection)
Tanda berteman adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban satu sama lain. Masing-masing individu tidak ada maksud ataupun niat untuk menyakiti orang lain karena mereka saling percaya, menghargai dan menghormati keberadaan orang lain.

g.      Aspek perkembangan remaja
Terdapat dua konsep perkembangan remaja, yaitu nature dan nurture. Konsep nature mengungkapkan bahwa masa remaja adalah masa badai dan tekanan. Periode perkembangan ini individu banyak mengalami gejolak dan tekanan karena perubahan yang terjadi dalam dirinya. Konsep nurture menyatakan tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan tersebut. Hal tersebut tergantung pada pola asuh dan lingkungan di mana remaja itu tinggal.
d.      Perkembangan sosial
Terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan perilaku dewasa merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anak-anak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah Piaget dan Sullivan (dalam Santrock, 2007).
e.       Kuatnya teman sebaya
Keinginan menjadi mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orangtua dan ketergantungan secara emosional pada orangtua (Santrock, 2007).

Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki seperti menjadi egosentris, kebingungan peran dan lain-lain, seseorang menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama dengan orangtuanya, sehingga wajar saja jika tingkah laku dan norma/aturan-aturan yang dipegang banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Namun, tampaknya remaja sangat bergantung pada teman sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap ambivalen. Di satu sisi ingin membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri dari orangtuanya, tetapi di sisi lain mereka masih tergantung kepada orangtuanya (Santrock, 2007).
Remaja akan tetap meminta pertimbangan dari orangtuanya ketika menghadapi masalah yang berat atau harus menentukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depannya yang berakibat jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk ketergantungan remaja kepada orangtua. Ketergantungan pada teman sebaya lebih mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan relasi sosial atau penerimaan lingkungan (misalnya tingkah laku/kebiasaan sehari-hari, kesukaan, aktivitas yang dipilih, gaya bahasa dan lainnya). Namun, perilaku mengikuti kelompok akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya kematangan karena remaja semakin ingin menjadi individu yang mandiri dan unik serta lebih selektif dalam memilih sahabat (Santrock, 2007).

Tingkat konformitas remaja dengan kelompok sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang terjadi dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang terlalu hangat, memberikan perlindungan dan keamanan secara berlebihan, melibatkan emosi yang sangat kuat cenderung mempengaruhi remaja menjadi malas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau mengalami kesulitan dalam berinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya remaja ini lebih senang menyendiri atau bergaul dengan orang-orang tertentu saja, ada juga yang menjadi minder dan sulit berinteraksi dengan sebayanya. Sementara keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi kepada anak, cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikatkan diri pada lingkungan lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut (tanpa membedakan mana tingkah laku yang salah atau benar) (Santrock, 2007).
Keluarga yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar yang tidak berlebihan dan senantiasa memberikan dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Ia mampu menentukan kapan ia harus mengikuti kelompoknya dan kapan harus menolak ajakan dari teman sebayanya sehingga remaja tersebut akan terbebas dari tekanan teman sebaya untuk melakukan hal-hal negatif (Santrock, 2007).
Perubahan dalam perilaku sosial Mappiare (dalam Handayani, 2006) ditunjukkan dengan :
a.       Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar.
b.      Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin.
c.       Bertambahnya wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih baik serta lebih bisa mengerti orang lain. Remaja juga mengembangkan kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam aktivitas sosial.
d.      Berkurangnya prasangka dan diskriminasi, mereka cenderung tidak mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya.
f.       Aspek-aspek kualitas pertemanan
Menurut Mappiare (dalam Handayani, 2006) aspek-aspek kualitas pertemanan adalah sebagai berikut :
1)      Pengakuan dan saling menjaga
Yaitu remaja diakui teman, adanya perilaku saling menjaga, mendukung dan saling memberi perhatian.
2)      Terjadinya konflik
Yaitu munculnya perbedaan atau perselisihan faham hal-hal yang membangkitkan kemarahan dan ketidakpercayaan.
3)      Pertemanan dan rekreasi
Yaitu menghabiskan waktu bersama-sama teman, baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah.
4)      Membantu dan memberi petunjuk
Yaitu usaha seorang teman untuk membantu temannya yang lain dalam menyelesaikan tugas rutin yang menantang.
5)      Berbagi pengalaman dan perasaan
Yaitu adanya saling keterbukaan akan perasaan pribadi, berbagi pengalaman diantara remaja dan temannya.
6)      Pemecahan konflik
Yaitu munculnya perdebatan atau perselisihan faham dan adanya jalan keluar pemecahan masalah secara baik dan efisien.
2.      Peran
Menurut Soekanto (2009) peran adalah proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. 
Sedangkan menurut Merton (2007) mendefinisikan peran sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus.

3.      Peran Teman Sebaya
Dari pengertian teman sebaya dan peran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran teman sebaya adalah pola tingkah laku kawan-kawan sebaya atau sekelompok remaja yang diharapkan oleh individu atau kawan-kawan sebayanya yang berhubungan dengan status tertentu yang dapat mempengaruhi perilaku kawan-kawan sebayanya atau kelompoknya.
Menurut Santrock (2007) remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Peran terpenting dari teman sebaya adalah:
1)      Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.
2)      Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan.
3)      Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris.
Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri Piaget dan Sullivan (dalam Santrock, 2007).
4.      Rokok
a.      Pengertian
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotion tobacum, nicotiana rustica, dan atau tanpa bahan tembakau. Rokok biasanya berbentuk silinder dari kertas berukuran  panjang antara 70-120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah (Infodatin, 2013).
b.      Jenis rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok (Sukmana, 2007). Jenis rokok berdasarkan bahan pembungkus:
1)      Klobot
Adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung kering.

2)      Kawung
Adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun kawung.
3)      Rokok kretek
Adalah rokok yang bahan pembungkusnya daun jagung kering namun dengan sering berjalannya perkembangan bahan pembungkusnya diganti dengan kertas sehingga pada akhirnya disebut rokok kretek.
4)      Rokok filter
Pembuatan rokok ini dilatar belakangi oleh efek nikotin yang masuk ke saluran pernapasan saat meng hisap rokok. Untuk mengurangi kadar nikotin ini. Produsen membuat saringan yang terbuat dari gabus berserat lembut. Filter ini diletakan di salah satu ujung rokok kretek.
5)      Rokok mild
Rokok mild termasuk rokok filter. Bedanya pada kadar nikotin dan tar yang lebih rendah dibandingkan rokok filter pada umumnya. Campuran tembakau juga sedikit sehingga terasa ringan saat dihisapnya.
6)      Rokok mild beraneka rasa
Rokok ini sejenis dengan rokok mild. Namun produsen mencampurkan rasa ke rokok ini. Seperti rasa mint, kopi dan teh.

7)      Rokok cerutu
Ukuran rokok cerutu lebih besar daripada rokok pada umumnya. Cerutu juga memiliki campuran tembakau yang sangat padat sehingga biasanya satu batangnya bisa dihisap berkali-kali atau secara bertahap.
c.       Kandungan rokok
1)      Zat kimia
Asap rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia seperti CO, NO, HCN, NH4, acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, etilkatehol, ortokresol, perilen, dan lain-lain. Selain komponen gas, ada komponen padat atau partikel yang terdiri dari nikotin dan tar. Tar mengandung bahan karsinogen, sedangkan nikotin merupakan zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan atau kecanduan (Adiatma, 2006).
2)      Nikotin
Nikotin dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah koroner yang memberi oksigen pada jantung. Karena penyempitan pembuluh darah, maka jantung akan bekerja keras, sehingga memerlukan oksigen yang lebih banyak yang menyebabkan aliran darah dipercepat dan terjadi peningkatan tekanan darah, bila terjadi penyumbatan arteri koroner, tidak ada aliran darah yang membawa oksigen ke otot jantung yang mengakibatkan serangan jantung (Triswanto, 2007).
Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dan mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit sehingga mengakibatkan timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding pembuluh kerja (Proverawati, dkk. 2012).
3)      Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida dapat meningkatkan keasaman sel darah. Akibatnya, terjadi penyempitan pembuluh darah dan memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi. Lambat laun, tekanan darah pun akan meningkat (Dewi dan Familia, 2012).
4)      Timah hitam (Pb)
Timah hitam yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 16 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk kedalam tubuh adalah 20 ug per hari (Proverawati dkk. 2012).

5)      Tar
Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsogenik (PP No. 19 tahun 2003). Tar juga merupakan zat yang dapat meningkatkan kekentalan darah. Hal ini mengakibatkan jantung harus memompa darah lebih kuat lagi (Dewi dan Familia, 2012).
d.      Akibat yang timbulkan oleh rokok
1)      Kanker paru-paru
Kanker ialah penyakit yang disebabkan pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel abnormal yang ada dibagian tubuh. Hubungan merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok, terutama cigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahkan rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru (Dewi dan Familia, 2012).
2)      Jantung koroner
Merokok terbukti merupakan faktor resiko terbesar untuk mati mendadak. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang dihisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor resiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar lemak, gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya penyakit jantung coroner (PJK). Perlu diketahui bahwa resiko kematian akibat penyakit jantung koroner berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan. Akibat penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding pembuluh darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer. Pembentukan aterosklerosis pada pembuluh darah koroner jantung jauh lebih banyak bagi perokok dibandingkan dengan yang non perokok. Kondisi ini akibat mendorong vosokonstriksi pembuluh darah koroner. Sebagai pendorong faktor resiko PJK yang lain tentu perokok akan meningkatkan kadar kolesterol didalam darah yang akan memberikan resiko tinggi terhadap PJK. Demikian juga merokok mempercepat pembekuan darah sehingga agregasi trombosit lebih cepat terjadi, yang merupakan salah satu faktor pembentukan aterosklerosis sebagai penyebab PJK (Dewi dan Familia, 2012).
3)      Bronkitis
Bronkitis terjadi karena paru-paru dan alur udara tidak mampu melepaskan mucus yang terdapat didalamnya dengan cara normal. Mucus adalah cairan lengket yang terdapat dalam tabung halus, yang disebut tabung bronchial yang terletak dalam paru-paru. Mucus beserta semua kotoran tersebut biasanya terus bergerak melalui tabung baronkial dengan bantuan rambut halus yang disebut silia. Silia ini terus menerus bergerak bergelombang seperti tentakel bintang laut, anemone, yang membawa mucus keluar dari paru-paru menuju ketenggorokan. Asap rokok memperlambat gerakan silia dan setelah jangka waktu tertentu akan merusaknya sama sekali. Keadaan ini berarti bahwa seorang perokok harus lebih banyak batuk untuk mengeluarkan mukusnya. Karena sistemnya tidak lagi bekerja sebaik semula, seorang perokok lebih mudah menderita radang paru-paru yang disebut bronchitis (Dewi dan Familia, 2012).
4)      Penyakit stroke
Stroke adalah penyakit deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak serta menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu, dan keadaan penduduk. (Bustan,1997)
Tendra, (2014) juga mengungkapkan bahwa penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Resiko stroke dan resiko kematian lebih tinggi perokok dibandingkan tidak perokok.

5)      Hipertensi
Walaupun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah diastole secara akut, namun tidak tampak lebih sering di antara perokok, dan tekanan diastole sedikit berubah bila orang berhenti merokok. Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa perokok sekitar 10-12 pon lebih ringan dari pada bukan perokok yang sama umur, tinggi badan dan jenis kelaminnya. Bila mereka berhenti merokok, sering berat badan naik. Dua kekuatan, turunnya tekanan diastole akibat adanya nikotin dan naiknya tekanan diastole karena peningkatan berat badan, tampaknya mengimbangi satu sama lain pada kebanyakan orang, sehingga tekanan diastole sedikit berubah bila mereka berhenti merokok (Dewi dan Familia, 2012).
6)      Diabetes melitus
Diabetes terjadi ketika glukosa dalam darah terlalu tinggi karena tubuh tidak bisa menggunakan dengan benar. Glukosa adalah gula yang diproduksi oleh tubuh dan terutama diambil dari karbohidrat dalam makanan. Bukti-bukti makin banyak menunjuk pada peran rokok terhadap timbulnya penyakit diabetes atau bahwa penderita diabetes akan memperparah resiko kematian jika terus merokok (Dewi dan Familia, 2012).

7)      Impotensi
Impotensi merupakan kegagalan atau disfungsi alat kelamin laki-laki secara berulang-ulang. Ciri-ciri utamanya adalah kegagalan mempertahankan ereksi atau berhasil ereksi tetapi “kurang keras”. Rokok merupakan salah satu penyumbang penting terjadinya impotensi. Para ahli mengaitkan terjadinya impotensi dengan peran rokok yang merusak jaringan darah dan syaraf. Dan karena seks yang sehat memerlukan “kerja sama” seluruh komponen tubuh, maka adanya gangguan pada komponen vital menyebabkan gangguan dan bahkan kegagalan seks seperti halnya yang terjadi pada impotensi (Dewi dan Familia, 2012).
5.      Perilaku
Menurut teori Dorothy Johnson dalam (dalam Alligood, 2010) tentang “behavior sistem model” menyebutkan bahwa sistem perilaku mencakup pola, perulangan dan cara-cara bersikap dengan maksud tertentu. Cara-cara bersikap ini membentuk unit fungsi teroraganisasi dan terintegrasi yang menentukan dan membatasi interaksi antara seseorang dengan lingkunganya dan menciptakan hubungan seseorang dengan obyek, peristiwa dan situasi dengan lingkunganya. Biasanya sikap dapat digambarkan dan dijelaskan. Manusia sebagai sistem perilaku berusaha untuk mencapai stabilitas dan keseimbangan dengan pengaturan dan adaptasi yang berhasil pada beberapa tingkatan untuk efisiensi dan efektifitas suatu fungsi. Sistem biasanya cukup fleksibel untuk mengakomodasi pengaruh yang diakibatkan.
Dalam arti bahwa Model konsep dan teori keperawatan menurut Johnson adalah dengan pendekatan sistem perilaku, dimana individu dipandang sebagai sistem perilaku yang selalu ingin mencapai keseimbangan dan stabilitas, baik di lingkungan internal maupun eksternal, juga memiliki keinginan dalam mengatur dan menyesuaikan dari pengaruh yang ditimbulkanya. Lingkungan termasuk masyarakat adalah sistem eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Sebagai suatu sistem , didalamnya  sistem perilaku yang dikemukan oleh Johson terdapat komponen subsystem yang membentuk sistem tersebut, antara lain:
a.       Afiliasi (hubungan), merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan tambahan dalam mempertahankan lingkungan yang kondusif dengan penyesuaian dalam kehidupan sosial, keamanan, dan kelangsungan hidup.
b.      Dependency (ketergantungan), merupakan bagian yang membentuk sistem perilaku dalam mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan serta kepercayaan. Berdasarkan subsystem tersebut diatas, maka akan terbentuk sebuah sistem perilaku individu, sehingga Johnson memiliki pandangan bahwa keperawatan dalam mengatasi permasalahan tersebut harus dapat berfungsi sebagai pengatur agar dapat menyeimbangkan sistem perilaku tersebut. Klien dalam hal ini adalah manusia yang mendapat bantuan perawatan dengan keadaan terancam atau potensial oleh kesakitan atau ketidak seimbangan penyesuaian dengan lingkungan. Status kesehatan yang ingin dicapai adalah mereka yang mampu berperilaku untuk memelihara keseimbangan atau stabilitas dengan lingkungan.
c.       Ingestif, yaitu berhubungan dengan bagaimana, kapan, cara, dan banyaknya makan dan minum sebagai suatu subsistem tingkah laku.
d.      Eliminative, berhubungan dengan bagaimana, kapan, cara, dan banyaknya zat yang tidak di butuhkan oleh tubuh dikeluarkan secara biologis sebagai suatu subsistem tingkah laku.
e.       Sexual, digunakan dalam pemenuhan kebutuhan saling mencintai dan dicintai.
f.       Achievement (pencapaian), merupakan tingkat pencapaian prestasi melalui keterampilan yang kreatif.
g.      Aggressive (penyerangan), merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri atau perlindungan dan berbagai ancaman yang ada di lingkungan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Skinner (dalam Notoadmodjo, 2012) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner sering disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organismes Respon. Berdasarkan teori S-O-R perilaku manusia dapat di kelompok jadi dua yaitu perilaku tertutup, terjadi bila respon terhadap  stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain secara jelas. Contohnya: perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Sedangkan perilaku terbuka adalah respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan yang bisa diamati oleh orang lain dari luar.
Menurut Bloom (dalam Notoatmodjo, 2010). Ranah (domain) perilaku manusia terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a.       Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya.
b.      Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik).
c.       Tindakan atau praktik (perilaku)
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (perilaku). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan  perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana prasarana.

6.      Perilaku kesehatan
Sejalan dengan pendapat Johnson dan Skiner, (Notoatmodjo, 2010). Berpendapat bahwa Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan  seseorang yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Oleh sebab itu perilaku kesehatan dibagi menjadi dua, yakni:
a.       Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Sebab itu perilaku ini di sebut perilaku sehat (health behavior) yang mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah dan penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif). Contohnya makan dengan gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, menggosok gigi setelah makan dan tidak minum minuman keras.
b.      Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatanya. Oleh sebab itu perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Contoh bila seseorang sakit maka dia akan ke tempat pelayanan kesehatan untuk memperoleh kesembuhan.
7.      perilaku merokok
a.      Pengertian perilaku merokok
Menurut Subanada (dalam Soetjiningsih, 2010) merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Pada awalnya kebanyakan orang menghisap tembakau dengan menggunakan pipa. Masyarakat timur (Eastern societies) menggunakan air untuk mengurangi asap tembakau sebelum diinhalasi.
b.      Dampak perilaku merokok
Menurut Subanada (dalam Soetjiningsih, 2010) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu:
1)      Dampak positif
Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Para perokok tersebut menyatakan bahwa merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit. menyebutkan keuntungan dari merokok (terutama bagi merokok) yaitu dapat mengurangi ketegangan, meningkatkan konsentrasi, ingin kelihatan gagah dan ingin tahu bagaimana rasanya rokok.
2)      Dampak negatif
Terpapar asap rokok selama delapan jam sebanding dengan merokok langsung sebanyak  20 batang perhari. Konsekuensi dari merokok antara lain meningkat kejadian infeksi saluran napas bagian atas, batuk, asma, sinusitis, penyakit kardiovaskuler, kanker, mengganggu fertilitas, kematian maupun absen dari kerja atau sekolah. Anak dan kaum muda yang merokok, pertumbuhan dan perekembangan parunya segera akan terpengaruh oleh asap rokok.
Sedangkan menurut (Wijaya, 2011) dampak buruk rokok terhadap kesehatan pertama kali ditemukan pada tahun 1951, sejak itu banyak penelitian yang membuktikannya. Dampak rokok terhadap kesehatan sering disebut sebagai ‘silent killer’ karena timbul secara perlahan dan dalam tempo yang relatif lama, tidak langsung dan tidak nampak secara nyata. Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor resiko bagi banyak penyakit tidak menular yang berbahaya. Merokok juga dapat mengurangi separuh usia hidup penggunanya dan 50% dari kematian tersebut terjadi pada usia 30-69 tahun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok lebih banyak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan diri perokok sendiri maupun bagi orang di sekeliling perokok tersebut.
c.       Tipe perilaku merokok
Menurut Silvan Tomkins (dalam Depkes, 2012) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe tersebut adalah:
1)     Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (positive affect smokers), dengan merokok sesesorang merasakan penambahan rasa yang positif.
a)        Pelasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
b)       Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c)        Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok dan biasanya sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja, atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya sebelum ia nyalakan.
2)     Perilaku merokok yang di pengaruhi oleh perasaan negatif (negatif affect smokers)
Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya ketika individu tersebut merasa marah, cemas atau gelisah, mereka cenderungan menganggap rokok sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok ketika perasaan tidak enak terjadi, sehingga mereka dapat terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
3)     Perilaku yang adiktif (addictive smokers)
Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisap berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah untuk membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena khawatir rokok tidak tersedia saat ia menginginkannya.
4)     Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan (pure habits smokers)
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan yang rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini, merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari.
Menurut (Dinkes, 2014) berdasarkan kemampuan menghisap rokok dalam sehari, kategori perokok dibagi menjadi empat:
1)      Perokok ringan menghisap satu sampai 10 batang/hari
2)      Perokok sedang menghisap 10-20 batang/hari
3)      Perokok berat menghisap >20 batang/hari
Sedangkan menurut Tomkins (dalam Depkes, 2012) tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan sebagai berikut.
a.       Merokok di tempat-tempat umum (ruang publik)
1)      Kelompok homogen (sama-sama perokok)
Mereka menikmati kebiasaan merokok secara bergerombolan. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena mereka menempatkan diri di area merokok (smoking area).
2)      Kelompok yang heterogen
Kelompok ini biasanya merokok diantara orang lain yang tidak merokok, anak kecil, panti jompo, orang sakit dll. Mereka yang berani merokok ditempat tersebut tergolong sebagai orang yang tidak mempunyai tata krama dan berperasaan karena mereka secara tidak sengaja menyebarkan racun kepada orang lain yang tidak merokok.
b.      Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
1)      Di kantor atau di kamar pribadi
Mereka yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok di golongkan sebagai individu yang kurang menjaga kebersihan.

2)      di toilet
perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
d.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok
Menurut Juniarti (dalam Depkes, 2012) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok adalah sebagai berikut:
1)      Pengaruh orangtua
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia (broken home), dimana orangtua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan diberikan hukuman fisik yang keras, lebih mudah menjadi perokok dibandingkan anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Pada faktanya perilaku merokok lebih banyak ditemui pada mereka yang tinggal dengan satu oragtua (single parents). Daripada ayah yang perokok, remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok justru bila ibu mereka yang merokok.
2)      Pengaruh teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa bila semakin banyak remaja yang merokok, maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh remaja tersebut, hingga akhirnya mereka semua menjadi perokok. Di antara remaja perokok, 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok, begitu pula dengan remaja yang bukan perokok.
3)      Faktor kepribadian
Orang mencoba merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik dan jiwa, dan membebaskan diri dari kebosanan.
4)      Pengaruh iklan
Melihat iklan dimedia masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glammour, membuat remaja sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
5)      Faktor demografi
Menurut (Soetjiningsih, 2010) Beberapa faktor demografi yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah usia, jenis kelamin, ras  etnis, dan tingkat sosial ekonomi. Status sosial ekonomi yang terdiri dari tingkat pekerjaan, pendidikan dan penghasilan juga mempunyai yang cukup signifikan dengan perilaku merokok. Dalam penelitian di Amerika Serikat, angka kejadian merokok tertinggi pada orang kulit putih dan penduduk asli Amerika, serta terendah pada orang-orang Amerika keturunan Afrika dan Asia. Sehingga dalam ini bahwa demografis atau letak wilayah juga berpengaruh dalam perilaku merokok pada seseorang.
Apabila remaja terbiasa merokok, maka jika mempunyai masalah yang tidak terselesaikan, cennderung akan menggunakan narkoba. Beberapa pertimbangan antara lain bahwa tanda-tanda psikologi pada remaja yaitu sering merasa gelisah, resah, konflik batin dengan orangtua,  minat meluas, tidak menetap, pergaulan mulai berkelompok, mulai mengenal lawan jenis, dan sekolah tidak stabil. Sehingga remaja sangat berisiko untuk menggunakan napza, rokok, minuman keras, obat dan bahan berbahaya lainnya.
e.       Tahapan perilaku merokok
Menurut (Sukma, 2011) sebelum menjadi perokok sesesorang melalui beberapa tahapan yang dilalui terlebih dahulu. Levental dan Clearly mengungkapkan terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga seseorang menjadi perokok yaitu:
1)   Tahap Preparatory
Seseorang medapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat seseorang untuk merokok.
2)   Tahap Initiation
Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.

3)   Tahap become a smoker
Apabila sesesorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
4)   Tahap maintenance of smoking
Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
8.      Remaja
a.       Definisi Masa Remaja
Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2007). Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Seorang anak dikatakan dewasa apabila alat-alat reproduksinya dianggap sudah matang (Asrori et al, 2006).
Menurut Rice (dalam Gunarsa, 2004) masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah, pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat remaja relative.
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti et al, 2009).
Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa di mana:
a.       Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b.      Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c.       Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri, Muangman (dalam Sarwono, 2010).

b.      Perkembangan perilaku remaja
Perkembangan perilaku remaja pada masa pubertas ditandai dengan perubahan-perubahan akibat pubertas (Papalia, 2008) yaitu:
a.       Perkembangan Perilaku Pengetahuan Remaja
Perkembangan perilaku dan pengetahuan remaja merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan pengetahuan. Pada periode ini, para remaja sudah memiliki pemikiran dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang nyata dan tidak nyata. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak cara pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasil yang diperoleh. Para remaja bukan hanya menerima informasi apa adanya, akan tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengubahnya dengan pemikiran mereka sendiri. Para remaja juga mampu menggabungkan pengalaman masa lalu dan pangalaman sekarang untuk mengubahnya menjadi pendapat (Papalia, 2008).
b.      Perkembangan perilaku sosioemosional remaja
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, karena pada masa ini suasana hati bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan suasana hati para remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja mengalami perubahan yang secara tiba-tiba dalam kesadaran diri mereka (self awareness). Para remaja sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena remaja menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan gambaran diri mereka sendiri.
Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak pada remaja perempuan daripada remaja laki-laki, sebagian disebabkan karena remaja perempuan biasanya lebih cepat matang daripada remaja laki-laki dan sebagian karena banyak hambatan-hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku remaja perempuan untuk membebaskan diri dari berbagai pembatasan. Perubahan pada masa puber akan mempengaruhi perilaku sebagian besar bergantung pada kemampuan dan kemauan remaja puber untuk mengungkapkan keprihatinan dan kecemasannya kepada orang lain, sehingga dengan begitu ia dapat memperoleh pandangan yang baru dan yang lebih baik.
Reaksi efektif terhadap perubahan terutama ditentukan oleh kemampuan untuk berkomunikasi. Remaja yang merasa sulit atau tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain akan lebih banyak berperilaku negatif daripada remaja yang mampu dan mau berkomunikasi. Akibat dari perubahan masa puber pada para remaja adalah sebagai berikut (Monks, 2009):
1)     Ingin menyendiri
Saat perubahan pada masa puber mulai terjadi, remaja biasanya menarik diri dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga dan seringnya bertengkar dengan teman-teman dan anggota keluarga. Remaja puber sering melamun, sering tidak dimengerti dan diperlakukan dengan kurang baik. Gejala menarik diri ini mencakup ketidakinginan berkomunikasi dengan orang lain. Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya ataupun identitas diri (Monks, 2009).
2)     Bosan
Remaja pubertas akan merasa bosan dengan permainan yang sebelumnya sangat digemari, tugas-tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial dan kehidupan pada umumnya. Remaja menjadi terbiasa untuk tidak mau berprestasi karena sering timbul perasaan akan keadaan fisik yang tidak normal (Monks, 2009).
3)     Inkoordinasi
Pertumbuhan cepat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi gerakan, dan remaja akan merasa tidak terbiasa bergaul dengan orang lain selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, maka koordinasi tersebut akan kembali membaik secara bertahap (Monks, 2009).
4)     Antagonisme sosial
Remaja puber seringkali tidak mau bekerja sama, sering membantah, dan menentang. Permusuhan terbuka antara dua jenis kelamin yang berlainan diungkapkan dalam kritik, dan komentar-komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, remaja kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar kepada orang lain (Monks, 2009).
5)     Emosi yang tinggi
Munculnya reaksi murung, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis karena pengaruh yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian awal masa puber. Pada masa ini remaja merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Sedih, mudah marah, dan suasana hati yang negatif sangat sering terjadi selama masa pra-menstruasi dan awal periode menstruasi. Dengan semakin matangnya keadaan fisik remaja, ketegangan lambat laun akan berkurang dan remaja sudah mulai mampu mengendalikan emosinya (Monks, 2009).
6)     Hilangnya kepercayaan diri
Remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri akan menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik yang menurun dan karena adanya pengaruh yang negatif datang dari orangtua maupun dari teman-temannya (Monks, 2009).
7)     Terlalu sederhana
Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan remaja menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan akan memberi komentar yang buruk (Monks, 2009).
c.       Masa transisi remaja
Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut menurut (Gunarsa, 2008) adalah sebagai berikut:
a.       Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh
Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan kebinggungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten (Gunarsa, 2008).
b.      Transisi dalam kehidupan emosi
Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan hubungan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi di lain sisi akan gembira, tertawa ataupun marah-marah (Gunarsa, 2008).

c.       Transisi dalam kehidupan sosial
Lingkungan sosial anak semakin bergeser keluar dari keluarga, di mana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran ikatan  pada  teman  sebaya  merupakan  upaya  remaja  untuk  mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga) (Gunarsa, 2008).
d.      Transisi dalam nilai-nilai moral
Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri (Gunarsa, 2008).
e.       Transisi dalam pemahaman
Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak (Gunarsa, 2008).
d.      Masalah umum remaja
Menurut (Mc Allister, 2009) membagi remaja menjadi beberapa kelompok yaitu:
a.       Remaja normal.
b.      Remaja bermasalah.
c.       Remaja bermasalah patologis.
Dua kelompok yang pertama merupakan problem teenager group dengan didasari asumsi bahwa tidak ada remaja yang tidak bermasalah dalam menghadapi transisi dalam berbagai aspek perkembangan serta menghadapi transisi dalam berbagai aspek perkembangan serta menghadapi lingkungan. Remaja memiliki masalah umum dibedakan dengan remaja yang memiliki masalah yang patologis (pathologic teenager). Berikut adalah masalah umum yang dialami remaja berkaitan dengan tumbuh kembangnya (Mc Allister, 2009).
1)      Masalah yang berkaitan dengan lingkungan rumahnya seperti relasi dengan anggota, keluarga, disiplin, dan pertentangan dengan orangtua.
2)      Masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan sekolah.
3)      Kondisi fisik (kesehatan atau latihan), penampilan (berat badan, ciri-ciri daya tarik, bau badan, jerawat, kesesuaian dengan jenis kelamin).
4)      Emosi (temperamen yang meledak-ledak, suasana hati berubah-ubah).
5)      Penyesuaian sosial (minder, sulit bergaul, pacaran, penerimaan oleh teman sebaya, peran pemimpin).
6)      Masalah pekerjaan (pilihan pekerjaan, pengangguran).
7)      Nilai-nilai (moral, penyalahgunaan obat-obatan, dan hubungan seksual).
8)      Masalah yang berkaitan dengan hubungan lawan jenis (heteroseksual), seperti putus pacar, proses pacaran, backstreet, sulit punya pacar, dan lain-lain.
B.     Kerangka Teori
Ditinjau dari teori diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal:

Perilaku Merokok Pada Remaja
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok
-       Faktor demografi
-       Faktor kepribadian
-       Peran Teman Sebaya
-       Pengaruh Iklan
-       Peran Orangtua

-       Perokok ringan
-       Perokok sedang
-       Perokok berat
  Gambar 2.1: Kerangka teori hubungan peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja (Juniarti dalam Depkes, 2012)

C.    Kerangka Konsep
Perilaku Merokok Pada Remaja
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok
-       Faktor demografi
-       Faktor kepribadian



-       Pengaruh Iklan
-       Peran Orangtua

-       Peran Teman Sebaya
-          Sumber Informasi
-          Sumber Kognitif
-          Sumber emosional

-       Perokok ringan
-       Perokok sedang
-       Perokok berat

Keterangan:
: Yang tidak diteliti 
: Yang diteliti
Gambar 2.2: Kerangka konsep hubungan peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja.
D.    Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka teori diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan antara peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang Yoyakarta.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Rancangan Penelitian
Desain atau rancangan penelitian merupakan acuan bagi peneliti untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam suatu penelitian. Desain penelitian dapat menjadi petunjuk bagi peneliti untuk mencapai tujuan penelitian dan juga sebagai penuntun bagi peneliti dalam seluruh proses penelitian (Riyadi, dkk. 2011).
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi korelasi (correlation study) yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan desain studi potong lintang atau cross sectional kepada responden remaja di SMA Negeri I Kalibawang melalui pertanyaan terstruktur pada kuesioner.
B.     Lokasi dan Waktu Penelitian
1.      Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri I Kalibawang, Kulonprogo, Yogyakarta.
2.      Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016.
C.    Subyek Penelitian
1.      Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan atau keseluruhan obyek peneliti yang diteliti (Sugiyono, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Kalibawang, yang berjumlah 79 Siswa.
2.      Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut atau obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2006). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Kalibawang yang merokok, dan bersedia menjadi responden. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dari peniliti. (Notoatmodjo, 2012). Sehingga sampel dalam penelitian ini berjumlah 35 siswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh peneliti dengan pertimbangan sebagai berikut:
Kriteria inklusi sampel yang diambil meliputi:
1)      Remaja laki-laki kelas XI SMA Negeri I Kalibawang.
2)      Remaja laki-laki kelas XI SMA Negeri I Kalibawang yang merokok
3)      Remaja laki-laki kelas XI SMA Negeri I Kalibawang yang bersedia menjadi responden.
4)      Teman sebaya atau teman sepermainan responden yang bersekolah di SMA Negeri I Kalibawang.
Sedangkan kriteria eksklusi sampel meliputi:
1)      Remaja yang bukan perokok
2)      Remaja yang tidak bersedia menjadi responden
3)      Remaja yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap
D.    Variabel Penelitian
1.      Variabel independen atau bebas
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain, artinya apabila variabel independen berubah, maka akan mengakibatkan perubahan pada variabel lain (Riyadi, dkk. 2011) Variabel Independen dalam penelitian ini adalah “peran teman sebaya”.
2.      Variabel dependen atau terikat
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, artinya jika variabel dependen berubah, merupakan akibat dari perubahan pada variabel bebas (Riyadi, dkk. 2011). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah “perilaku merokok pada remaja”
3.      Hubungan antar variabel
Pengaruh antar variabel dalam penelitian ini yaitu “peran teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri I Kalibawang, Kulonprogo, Yogyakarta”.
E.     Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Nursalam, 2011).
Tabel 3.1
Definisi Operasional

No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Skala
Hasil Ukur
1
Peran teman sebaya
pola tingkah laku kawan-kawan sebaya atau sekelompok remaja yang dapat mempengaruhi perilaku kawan-kawan sebayanya atau kelompoknya, serta berfungsi sebagai sumber informasi, kognitif, dan emosional dalam kelompoknya
Responden mengisi pernyataan sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), ragu-ragu/netral (N), setuju (S), sangat setuju (SS) pada kuesioner yang diberikan
Nominal
1.  Mempengaruhi: (jika jawaban yang diperoleh 1-5 (median))
2.  Tidak mempengaruhi: (jika jawaban yang diperoleh 6-10 (median))

2
Perilaku merokok
Perilaku membakar rokok kemudian dihisap asapnya yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dapat memberikan dampak buruk bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya
Responden mengisi pernyataan tentang gambaran perilaku merokok pada kueioner yang diberikan
Ordinal
1.  Perokok ringan: 1-10 batang rokok/hari
2.  Perokok sedang: 10-20 batang/hari
3.  Perokok berat: >20 batang/hari


F.     Instrument Penelitian
1.      Jenis instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner tersebut digunakan untuk menganalisa kedua variabel. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang digunkan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, pada bagian pertama yaitu data demografi yang mengulas tentang identitas responden, dan perilaku merokok pada responden. Bagian kedua kuesioner mengkaji tentang peran teman sebaya yang terdiri dari 10 pertanyaan. Pertanyaan di jawab dengan memberi tanda centang ( )jawaban yang dianggap paling benar menurut responden. Untuk jawaban benar diberi nilai 1 (satu) dan jawaban yang salah diberi nilai 0 (nol).
Untuk menentukan apakah terdapat hubungan peran teman sebaya, maka dihitung jumlah score yang diperoleh responden. dikatakan mempengaruhi jika score yang diperoleh lebih dari nilai tengah (Median), dan tidak mempengaruhi jika score yang diperoleh kurang dari nilai tengah (Median) untuk menentukan nilai median, digunakan rumus berikut:

ket:
n= Median
x= jumlah item pernyataan
y= score tertinggi
dari rumus tersebut diatas, maka cara perhitungan untuk menentukan nilai tengah (Median) adalah sebagai berikut:
N= 5
jadi nilai tengah (median) pada kuesioner peran teman sebaya adalah 5.
Tabel 3.2
Kisi-kisi kuesioner peran teman sebaya

Variabel
Indikator
Item Positif
Item Negatif
Jml
Peran Teman Sebaya
Informasi
1, 2, 3, 4, 5
-
5
Kognitif
6, 7, 8
-
3
Emosional
9, 10
-
2
Jumlah
10
0
10

2.      Uji validitas
Validitas alat ukur  adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan d SMK Negeri 1 Piri, Yogyakarta, didapatkan hasil bahwa dari 10 item pertanyaan yang di uji, semua item pertanyaan tersebut sudah valid dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel.
3.      Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah kestabilan pengukuran, reliabilitas instrument menunjukan bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data dan menghasilkan data yang dapat dipercaya (Notoatmodjo, 2005). Hasil uji reliabilitas  yang telah dilakukan dengan menggunakan rumus Crombach Alpha diperoleh nilai sebesar 0,884 (> 0,7) sehingga instrument yang digunakan dalam penelitian ini sudah reliable.
G.    Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Setelah mendapat surat izin melakukan penelitian dari BAPEDA DIY, BPMPT Kabupaten Kulon Progo, dan SMA Negeri I Kalibawang, peneliti mencari responden sesuai kriteria inklusi.
2.      Meminta izin kepada pihak SMA Negeri I Kalibawang dengan membawa surat permohonan penggunaan SMA Negeri I Kalibawang sebagai tempat penelitian.
3.      Setelah menemukan responden yang sesuai, peneliti memilih salah satu remaja sebagai koordinator masing-masing kelas yang ada di SMA Negeri I Kalibawang untuk menyebarkan kuesioner dengan memberi penjelasan kepada koordinator untuk terlebih dahulu mendapatkan persetujuan sebagai responden penelitian dengan menggunakan inform concern sebagai bukti persetujuan serta cara pengisian kuesioner.
4.      Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan responden mengisi kuesioner sesuai dengan petunjuk pada masing-masing bagian.
5.      Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan oleh peneliti dan diperiksa kelengkapannya. Data yang tidak lengkap akan di drop out.
H.    Analisa Data
1.      Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Teknik analisa dalam penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi. Rumus distribusi frekuensi dalam penelitian ini sebagai berikut:
Keterangan:
P = Persentase
f  = Jumlah score yang diperoleh
N = Jumlah total Score
2.      Analisa bivariat
Analisa bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi atau hubungan dua variabel (Sugiyono, 2010). Tujuan dari analisis ini adalah mengetahui ada tidaknya hubungan antara peran teman sebaya terhadap perilaku merokok. Menggunakan metode analisis data non parametrik dengan uji statistik Chi Square (Chi Kuadrat). Uji ini digunakan untuk menguji signifikan hipotesis komparasi dua sampel yang berkorelasi bila datanya berskala nominal, atau salah satu datanya berskala nominal (Machfoedz, 2015).
I.       Jalannya Penelitian
Jalannya pelaksanaan penelitian meliputi tiga tahap yaitu:
1.      Tahap perencanaan
Tahap persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam mengajukan proposal penelitian ini adalah:
a.       Mengidentifikasi masalah di suatu tempat
b.      Konsultasi judul ke pembimbing I dan II
c.       Mengurus surat izin untuk studi pendahuluan dari akademik, dan diserahkan ke tempat penelitian
d.      Melakukan studi pendahuluan
e.       Menyusun proposal penelitian
f.       Konsultasi proposal penelitian ke pembimbing I dan II
g.      Seminar atau mempresentasikan hasil proposal penelitian
h.      Melakukan revisi atau perbaikan proposal penelitian yang sudah diseminarkan
2.      Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:
a.       Mengurus surat izin untuk memulai penelitian
b.      Melakukan uji validitas dan reliabilitas di tempat yang sudah ditentukan
c.       Melakukan olah data uji validitas dan reliabilitas
d.      Menyebarkan kuesioner peran teman sebaya dan perilaku merokok
e.       Responden mengisi kuesioner yang diberikan peneliti setelah dijelaskan cara mengisi kuesioner
f.       Manganalisa data
3.      Tahap evaluasi
Tahap evaluasi yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:
a.       Menyimpulkan hasil penelitian
b.      Membuat laporan hasil penelitian
c.       Konsultasi kepada pembimbing I dan II
d.      Seminar atau mempresentasikan hasil penelitian
e.       Melakukan revisi atau perbaikan hasil penelitian
f.       Publikasi ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar